MEDIARETORIKA.com–Meski dulu terhalang ekonomi dan hampir putus kuliah karena tak dapat beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), Moh. Nurul Hidayatullah kini malah menjadi Ketua anyar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2025-2026 STKIP PGRI Sumenep.
***
Terlahir dari keluarga yang sederhana
Perjalanan dayat dimulai dari kepulauan kecil yang ada di Kecamatan Raas, Dusun Kalosot, Desa Brakas. Lahir pada 21 Desember 2002, menghabiskan waktu kanak-kanak dengan pasir dan ombak bukanlah hal yang tak biasa baginya.
Meski terlahir dari keluarga sederhana dan awam pada dunia pendidikan, semangatnya dalam dunia akademik dan organisasi tak terbendung.
“Keluarga saya sangat sederhana dan bisa dikatakan awam dalam dunia pendidikan,” katanya.
Ia menempuh pendidikan dasar di SDN Brakas VI, kemudian melanjutkan ke MTs Kasyfudduja, dan menamatkan sekolah menengah atas di MA Kasyfudduja. Sejak masa sekolah, Dayat sudah menggemari dunia organisasi, termasuk saat menjabat sebagai ketua OSIS di MA Kasyfudduja.
“Sejak dulu saya suka berorganisasi, sempat juga menjabat jadi Ketua OSIS waktu MA” ucapnya.
Kampus STKIP merupakan pilihan kedua
Kini ia merupakan mahasiswa di kampus STKIP PGRI Sumenep. Meski dulu sempat mengimpikan kuliah di Universitas Trunojoyo Madura (UTM), karna keterbatasan biaya, dirinya lebih memilih kampus STKIP yang menurutnya berkesempatan lebih besar dapat KIP.
“Keinginan awalnya masuk UTM, tapi saya mundur karna ekonomi yang tak mencukupi. Akhirnya memilih kampus STKIP yang dari kabar beredar bisa dapat beasiswa,” ungkapnya.
Saat menjadi mahasiswa, Dayat sudah mempunyai keinginan besar untuk aktif berorganisasi, semua itu termotivasi dari kesadaran dirinya yang harus mempunyai banyak teman diperantauan. Tak seperti remaja seperawakannya yang memang asli terlahir di kota dan memiliki banyak teman, Dayat harus memulai dari nol untuk mencapai itu semua. Sebab ia tau, sehebat apapun dirinya, itu tak lepas dari bantuan orang lain.
Sejak saat itu, Dayat menjadi anak serba berkesibukan, dari yang biasanya kuliah, pulang, dan tidur, menjadi anak serba berkegiatan yang tak ada ujungnya.
KIP bukan jalan satu-satunya
Sampai ia menginjakkan kaki di semester 2, Dayat menerima kabar tak sedap tentang keberlanjutan kuliahnya. Beasiswa KIP yang tadinya menjadi tumpuan ia menempa ilmu, kini hanyalah suatu hal yang tak bisa ia dapat. Padahal, hanya itu harapan satu-satunya yang ia pegang.
“Saya sampai mau putus kuliah waktu itu, karna itu adalah harapan besar saya,” katanya.
Tak mau menggantungkan nasib pada KIP, ia memilih untuk memeras keringat agar dapat melanjutkan pendidikanya. Bali merupakan tempat yang Dayat tuju. Tempat yang selalu ramai di minati pengunjung hingga manca negara karena keeksotisan wisatanya.
Tak seperti mahasiswa lainnya, Dayat menghabiskan libur panjang semesternya untuk bekerja, Dayat memanfaatkan ramainya pulau itu untuk mengais pundi-pundi rezeki. Mulai dari menjadi Ojek Online (OJOL) hingga menjadi Barista di Warkop Sakera telah ia lalui.
Semua jerih payahnya ia tabung agar bisa meringankan keluarganya. Sebab, ia tak mau jika masih memberatkan lagi keluarganya yang telah merawatnya sedari kecil.
“Semua itu demi saya bisa melanjutkan perjuangan yang telah saya mulai tanpa memberatkan keluarga lagi,” sambungnya.
Keterbatasan bukan alasan untuk tidak berprestasi
Meskipun serba kekurangan, itu semua tak jadi penghambat Dayat untuk menorehkan prestasi. Dari Duta Kesehatan Jawa Timur, hingga lolos Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang menjadi salah satu dari program unggulan Merdeka Belajar Kampus Mengajar (MBKM). Lolosnya Hidayat pada program PMM, mengharuskan ia meninggalkan STKIP saat semester 4 dan kuliah selama satu semester di Universitas Baiturrahmah yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, Kota Padang.
Saat di Padang Dayat sudah dikenal dengan keaktifannya di berbagai kegiatan. Walaupun ia mahasiswa satu-satunya asal Madura, untungnya disana masih banyak orang-orang baik yang membantunya saat kesusahan, seperti sekadar mentraktir makan bakso semisal.
“Disana saya mendapat teman yang selalu membantu saat saya kesusahan,” bilangnya.
Aktif di organisasi intra maupun ekstra kampus
Tak hanya itu, di dunia organisasi juga sama, rekam jejaknya begitu panjang. Ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) KMPR dan G Z Madura Kecamatan Raas.
Dayat juga aktif dalam dalam pelbagai organisasi intra dan ekstra kampus, mulai Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pengembangan Intelektual (PI)
UKM Lembaga Pers Mahasisa (LPM), UKM Pramuka, Satgas Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) STKIP PGRI Sumenep hingga aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) STKIP PGRI Sumenep.
Darisitulah Dayat menemukan teman seperjuangan. Bisa dikatakan lintas generasi, dari angkatan terdahulu sampai angkatan yang masih baru seumur jagung menginjakkan kaki di keorganisasian.
Mimpi besar selama menjabat sebagai Ketua BEM
Berbekal pengalamannya, kini, Dayat terpilih sebagai Ketua BEM STKIP PGRI Sumenep periode 2024-2025 dengan visi “Mewujudkan BEM yang Adaptif, Aspiratif, dan Berintegritas” dengan lima misi utama:
•Memastikan adanya ruang kritis, demokratis, serta kreatif-inovatif dalam pengembangan sumber daya mahasiswa.
•Memperkuat sinergitas antar kelembagaan intra dan ekstra kampus.
•Merekomendasikan ide-ide segar dalam menghadapi tantangan di lingkungan kampus maupun sosial.
•Menjaga hak-hak mahasiswa, baik di bidang akademik maupun non-akademik.
•Bersikap responsif terhadap isu-isu regional dan nasional.
Dengan visi-misinya, Dayat berjanji akan membuat ruang kritis dan belajar mahasiswa terbuka lebar-lebar. Ia juga menekankan jika BEM merupakan rumah bagi mahasiswa, tempat dimana setiap suara didengar dan setiap aspirasi diperjuangkan.
“BEM lebih dari sekadar jabatan, ini adalah amanah besar yang harus dijalankan dengan dedikasi dan integritas,” kata anak dari kepulauan itu.
Penulis: Miftah
Editor: Subairi