Janji Politik dan Politik Berjanji

0
940
Ilustrasi Istimewa

Oleh: Nailatul Musarrah

 

Situasi pemilihan semakin hangat. Bukan hanya tentang pemilihan umum (pemilu) 2024. Melainkan suasana pemilihan Ketua STKIP PGRI Sumenep juga mulai membuat gerah. Pasalnya, pada kontestasi perebutan kursi kali ini, terdapat dua calon.

Kandidat pertama dan kedua, sama-sama doktor. Kompetensi mereka juga tidak usah diragukan lagi (mungkin). Karena, legitimasi gelar doktor tentu tidak sembarang diberikan kepada sembarang orang. Hanya ada dua orang yang pantas menyandang gelar itu. Yakni, orang yang memang berkompeten. Atau, juga bisa disandang oleh orang yang berkemampuan finansial. Entah, mereka berada di golongan yang mana.

Berbicara mengenai pemilihan, ada satu hal yang cukup menarik untuk dibahas. Walaupun, hal ini terkesan sudah usang. Sebab, telah menjadi persoalan yang dirahasiakan publik: sama-sama tahu, tapi selalu ditutupi. Sebut saja hal itu sebagai janji politik.

Sederhananya, kandidat calon pemimpin sering kali menebar janji menggiurkan ke semua ladang. Tidak terkecuali ladang tandus sekalipun. Namanya juga janji. Pasti ada yang berhasil ditepati. Pasti pula ada sebagian yang dilupakan (atau pura-pura lupa karena tidak mampu dilakukan). Namun yang jelas, semakin banyak janji yang ditawarkan, maka berpotensi semakin banyak juga yang akan diingkari. Bacaan sementara begitu.

Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan penyampaian janji politik. Sebab, hal serupa sudah menjadi bagian dalam strategi pencalonan. Namun yang menjadi maslaah besar, masyarakat terkadang membenarkan janji tersebut sebagai ketetapan yang pasti. Sehingga, apa bila tidak ditepati, maka akan muncul protes atas dasar kekecewaan.

Kalau saja ini pemilu, pilkada, dan sejenisnya, mungkin masyarakat hanya bisa mengeluh. Tapi, kalau pemilihan ini berkaitan dengan pemimpin kampus, sepertinya tidak yakin jika masyarakatnya akan diam saja. Karena, status masyarakat di dalam kampus adalah mahasiswa yang memiliki kekritisan berpikir sangat kuat. Untung saja jika tidak terjadi demonstrasi besar.

Setiap janji politik seorang pemimpin, besar kemungkinan akan dicatat sebagai fatwa ketetapan yang wajib dijalankan. Maka dari itu, jika tidak ditepati, tentu akan menjadi letusan bom waktu yang tidak akan berkesudahan. Belum lagi, jika janji tersebut sudah mengakibatkan banyak korban.

Ada baiknya persoalan serupa menjadi pertimbangan besar. Minimal, agar tidak terulang di kemudian hari. Namun pertanyaannya, siapa yang akan percaya bahwa satu orang yang sama, bisa menyelesaikan masalah yang sudah seringkali diingkari. Terkait itu, penulis memasrahkan penuh kepada pembaca sekalian untuk berpendapat.

Penyampaian janji politik, pada dasarnya tidak sekadar dilontarkan begitu saja. Seperti halnya menyuapkan permen pada mulut anak-anak. Tentu membutuhkan strategi tertentu. Agar, perhatian publik dapat tergugah. Mungkin itulah yang bisa disebut politik berjanji.

Namun tidak perlu risau. Sebab, pemangku kebijakan sudah lebih paham akan hal demikian. Karena, terlalu banyak peristiwa serupa terjadi. Sehingga, sangat tidak mungkin jika orang-orang bersangkutan juga ikut terpengaruh dengan janji politik kosong yang diutarakan.

Beberapa waktu terakhir, mahasiswa mulai bersuara mengusung kekecewaan masing-masing. Sehubungan dengan itu, situasi saat ini sepertinya penting untuk menjadi pertimbangan besar. Supaya bom waktu itu tidak meledak pada kondisi yang kurang tepat. Untung jika bom itu bisa ditaklukkan.

Salam berpikir sehat.

*Masyarakat kampus yang rindu kemajuan

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here