Minat Literasi Mahasiswa Menurun, Apa yang Harus Dilakukan Kampus?

0
160
Ilustrasi foto sumber: Miftah/mediaretorika.com

Saya ingin bicara tentang literasi di salah satu kampus tertua di Kabupaten Sumenep. Sebut saja kampus yang tak kunjung Universitas. Literasi sangatlah penting untuk membentuk  pemikiran mahasiswa yang kritis di dalam maupun di luar akademik. Namun apakah kondisi kampus hari ini tetap menjalankan iklim budaya literasi yang kuat atau malah sebaliknya?

Anda penasaran? jangan lupa membaca sambil seruput kopi dan hisab rokoknya bagi yang merokok. Mari kita coba telisik lebih jauh. Berapa banyak mahasiswa pada waktu pergantian jam mata kuliah pergi ke perpustakaan atau berdiskusi di Gazebo dan halaman kampus?

Realita yang sering dijumpai di lapangan ruang dialektika mahasiswa berdiskusi dan baca buku sangat jarang kelihatan nampaknya. Hal tersebut bukan hanya dirasakan oleh saya pribadi. Namun, juga di kalangan mahasiswa lain, bahkan pimpinan dan dosen juga merasakan hal yang tak jauh beda.

Waktu pergantian jam mata kuliah biasanya mahasiswa menyerbu perpustakaan untuk cari buku dan gazebo untuk berdiskusi. Namun belakangan ini kenyataannya tak seperti itu lagi. Mahasiswa lebih memilih menyerbu penjual jajanan pinggir jalan dan kantin kampus. Sedangkan, yang ke perpustakaan dan berdiskusi hanya beberapa persen saja. Anggap 30 % dari yang mulanya itu 60 % (persen).

Fenomena seperti ini bukan hal yang biasa di lingkungan akademik. Secara esensial budaya baca buku dan diskusi di ruang akademik ataupun di luar akademik perlu dihidupkan, sebab dengan begitu iklim literasi dinamika kampus bakal kuat dan mampu melahirkan lulusan yang benar-benar berintelektual tinggi. Bukan hanya sekadar pendidikannya saja yang sudah bertingkat perguruan tinggi, tetapi lulusan perguruan tinggi harus mampu menjadi pelopor perubahan sebuah negara, harus mampu memperbaiki stigma buruk dari kalangan masyarakat, contoh yang sering saya dengar “gak ada gunanya kuliah mahal-mahal kalau hanya menjadi beban pengangguran saja.”

Nah, stigma buruk mengenai mahasiswa di atas harus berani kita buktikan dengan aksi nyata bahwa sejatinya mahasiswa tidak seperti yang mereka bayangkan, sehingga manfaat adanya mahasiswa dapat dirasakan oleh kalangan khalayak umum berdasarkan dari pemikiran dan gerakan revolusioner.

Perguruan tinggi perlu merumuskan kembali kebijakan yang relevan dengan kondisi kampus hari ini yang tingkat literasinya rendah. Pimpinan Pengelola dan Dosen harus mampu memberikan dorongan motivasi kepada para kaum intelektual agar terus meningkatkan kompetensi mahasiswa di bidang literasi sehingga ruang akademik menjadi hidup mulai dari diskusi kecil hingga kelompok. Selain itu dapat membantu mahasiswa meningkatkan minat baca dan tulisnya.

*Penulis mempunyai nama pena Udin sejak menginjakkan kakinya di salah satu kampus yang tak kunjung Universitas dia sudah tertarik dengan organisasi intra kampus Lembaga Pers Mahasiswa Retorika. Baginya menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here