Oleh : Viya
Cahaya Mentari
Engkaulah mentari engkaulah bulan purnama
Engkaulah cahaya diatas segala cahaya
Kau bak mas murni
Kau pelita penerang dalam dada
Wahai kekasihku, wahai Muhammad
Mempelai timur dan barat
Siapa memandang wajahmu akan bahagia
Wahai nabi mulia
Telagamu bening dan dingin airnya
Disitulah kami datang di hari kiamat
Tak pernah kami melihat unta merindu
Dalam perjalanan malam kecuali kepadamu
Dan merendahkan diri dihadapanmu
Minta perlindungan wahai kekasihku
Dalam Sujud Terakhir
Dalam sujud terakhir ya Allah
Ku teriakkan asmamu sekeras kerasnya
Agar runtuh dinding kesombongan dalam hatiku
Dalam sujud terakhirku ya Robby
Ku menangis sejadi-jadinya biar kering mata ini
Namun basah ladang hati gersang
Dalam sujud terakhirku ya Rohman
Ku lihat semua dosa yang membayangiku
Keram mencekram jiwa yang lusuh
Dalam sujud terakhirku ya Rohim
Biarkan aku patah dalam cahayamu
Biar kumusnahkan titik-titik kemunafikan ku
Agar kembali kepada hidayahmu
dalam sujud terakhirku
Biarkan ku hirup nafasku sekali lagi
Hanya untuk menyebut namamu
Dan kekasihmu tercinta
Kelam Senjaku
Senja itu sangat indah
Penuh ketenangan
Ingin rasanya ku ulangi kembali
Hari yang telah ku lewati
Namun
Sulit rasanya bagiku
Karena semua telah berlalu
Sekarang tak ada yang bisa ku lakukan
Selain air mata yang menjadi teman
Serta pasrah pada sang maha kuasa
Hari dan malam yang ku lalui
Tak akan sia-sia
Karena perbuatan yang bermodal bisu
Dan selalu inginkan kedamaian
Subhanallah
Begitu indah nikmat yang
Engkau berikan Robby
Via, Mahasiswi semester 6 Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebagai penulis dirinya terus konsisten menuangkan perasaan dan pengalaman hidup dalam puisi.












