
MEDIARETORIKA.com–Pembekalan microteaching STKIP PGRI Sumenep, diwarnai aksi penolakan oleh mahasiswa angkatan 2021. Pasalnya, pembiayaan microteaching tersebut, dianggap terlalu memberatkan.
Pantauan media ini, aksi tersebut diikuti oleh 400 lebih mahasiswa, dan melakukan pernyataan sikap atas mahalnya pembiayaan microteaching.
Bahkan, mahasiswa yang tidak mendapatkan beasiswa, untuk bisa membayar microteaching ini sampai terlilit utang-piutang.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ach. Zainuddin selaku Korlap Aksi. Sebenarnya, kata dia, mahasiswa sudah melakukan negosiasi dengan pimpinan. Namun, semua upaya yang dilakukan, tidak diindahkan oleh pimpinan kampus setempat.
“Maka atas dasar tersebut, kami melakukan aksi penolakan, demi mengetuk hati pimpinan yang sudah keras,” ungkapnya, Jumat (22/03/24).
Zainuddin menegaskan, kampus hari ini telah mencerminkan pendidikan kapitalis. Pasalnya, ketika berhubungan dengan uang, kampus terkesan tidak transparan, dan membuat mahasiswa menjadi penuh tanda tanya.
Selaiknya, kampus Tanéyan Lanjhâng ini, menjadi wadah untuk mencetak pendidikan yang kritis. Namun, hari ini, sudah menindas dan tidak berintegritas.
“Karena sudah jelas dalam pasal 12, tahun 2012 pasal 63, setiap perguruan tinggi berhak memberikan transparansi,” tegasnya.
Maka dari itu, mahasiswa angkatan 2021 itu, menuntut pimpinan kampus untuk menurunkan pembiayaan microteaching. Bahkan, kalau sudah membayar, kampus harus mengembalikan secara menyeluruh.
“Karena banyak yang terpaksa bayar, bahkan bukan cuma itu, ada banyak mahasiswa yang bayar karena hasil utang,” tandasnya.
Sedangkan Fatmawati, salah satu mahasiswa semester 6 turut menjadi korban dari mahalnya biaya microteaching. Sebab, dia sampai terlilit utang untuk membayar tagihan tersebut.
“Jujur, saya sampai rela mencari pinjaman uang untuk memenuhi tagihan biaya itu, namun ketika melihat fasilitas yang disediakan kampus, saya sangat kecewa,” keluhnya.
Reporter: Miftahol
Editor: Zubairi