Keberadaan Jurnalistik Terancam, LPM Retorika Kemas Kajian RUU Penyiaran

0
210
SERIUS: Kajian Isu LPM Retorika STKIP PGRI Sumenep. Mediaretorika.com/auman Jumat (25/05/24).

MEDIARETORIKA.com–Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Retorika STKIP PGRI Sumenep. Menyikapi terkait isu rancangan revisi UU penyiaran, dikemas dengan kajian isu bertempat di Sekretariat LPM jalan Trunojoyo Gedungan, Batuan, Sumenep. Pada jumat (24/05/24).

Kegiatan yang bertajuk “UU Penyiaran Direvisi, Langkah Mundur Demokrasi” mendatangkan fasilitator muda Bukhari Muslim sebagai Presiden Fakta Fondation. Serta juga dihadiri oleh pengurus dan Anggota LPM Retorika.

Pada 27 Maret 2024 telah di keluarkan draf sejumlah pasal dalam draf revisi undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran RUU penyiaran menuai kritik dikarenakan ada pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers

Dilansir dari tempo.co rancangan UU Penyiaran berisi 14 bab dengan jumlah total 149 pasal, Berikut daftar pasal-pasal yang bermasalah dalam draf RUU penyiaran :

1. Pasal 8A huruf q

disebutkan bahwa KPI dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

2.. Pasal 42 ayat 2

Serupa Pasal 8A huruf q, pasal 42 ayat 2 juga menyebut bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI. Sedangkan berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan pers.

3. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c)

Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c) tersebut:

“Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:…(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.”

4.Pasal 50B ayat 2 huruf (k)

Di kala banyak pihak meminta agar “Pasal Karet” dalam UU ITE diubah karena banyak digunakan untuk menjebloskan seseorang ke dalam penjara dengan dalih pencemaran nama baik, draf revisi UU Penyiaran justru memuat aturan serupa. Sebagaimana dimuat dalam Pasal 50B ayat 2 huruf (k), dilarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme,” bunyi beleid tersebut.

5. Pasal 51 huruf E

Selain Pasal 8A huruf (q) dan pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan.

“Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 51 huruf E.

Menururut Pimpinan Umum LPM Retorika Iqbal Faudi Hasbuna menyampaikan, kajian isu tersebut adalah sebagai bentuk intervensi terhadap draft rancangan UU Penyiaran yang sangat mengancam keberadaan jurnalis yang ada di Indonesia,

“Padahal ruh dari Jurnalistik adalah investigasi, bahkan aneh menurut saya kalau investigasi dinilai sangat tidak penting bagi pemerintah, dengan alasan UU tentang penyiaran sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman yang serbat cepat ini,” ungkapnya Sabtu, (25/05/24).

Sementara itu, Sekretaris Jendral LPM Retorika Ach. Zainuddin mengatakan, revisi UU Penyiaran tersebut secara nyata membatasi kerja-kerja jurnalistik. Sebab kata dia, kebebasan berekspresi secara umum. Negara, dalam hal ini Pemerintah, kembali berniat untuk melakukan kendali berlebih overcontrolling terhadap ruang gerak warga negaranya.

“Bagi saya hal ini tentu tak hanya berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers, tetapi juga pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. yang dicita-citakan melindungi kerja-kerja jurnalistik serta menjamin pemenuhan hak publik atas informasi,” jelasnya.

Reporter: Miftah

Editor: Udin

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here