Oleh: Indra Arief Kurniawan
Hallo, selamat siang temen-temen, gimana kabarnya sekarang, apakah kalian baik-baik saja, semoga saja seperti itu. Kali ini saya akan bercerita tentang kewajiban saya sebagai mahasiswa dan juga hak yang harus saya dapat di kampus STKIP PGRI Sumenep. Sebagai mahasiswa, saya paham kewajiban yang harus saya penuhi untuk dapat mengikuti perkuliahan, namun permasalahan yang saya alami adalah betapa sulitnya saya ketika harus membayar biaya per semesternya.
Rasanya perlu teman-teman ketahui, saya merupakan mahasiswa reguler dengan taraf ekonomi menengah ke bawah atau bisa juga dikatakan ekonomi yang paling bawah. Lebih mirisnya lagi hal yang dapat kalian ketahui yaitu saya hidup sebatang kara, orang tua saya meninggal ketika saya baru lulus SMA. Jangan bertanya bagaimana dengan para sanak family atau kerabat dekat, kerabat sayapun berkeluarga sehingga saya hidup sendiri dan tidak ada yang menanggung biaya hidup saya.
Tetapi anehnya, walaupun demikian, saya tetap memantapkan tekad untuk kuliah. Yaaa walaupun itu pilihan yang berat, sebab saya harus siap untuk menanggung biaya kuliah seorang diri. Pada akhirnya saya sampai di titik ini, saya harus memutar otak dan berpikir untuk membayar semua biaya itu.
Setiap semester biaya pendidikan yang harus saya penuhi sebesar 1.700.000,- tentu bagi saya jumlah uang sebesar itu bukan sedikit karena saya harus berjuang sendirian untuk melunasinya.
Di tengah proses ini ternyata jauh dari prediksi saya untuk berkuliah tidak hanya butuh tekad yang kuat tetapi materi yang mumpuni, jadi tidak heran lagi mengingat kondisi saya yang serba pas-pasan ini tunggakan di siakad mencapai 10.800.000.00 selama 3 semester. Kalau dihitung dari semester 1 sampai semester 3 hanya sebesar 5.100.000,00
Sedangkan di siakad 10.800.000,00 ini yang jadi pertanyaan saya kok bisa sampai 10.800.000,00 dapat dari mana 5.600.000,00 nya?
Buntut dari tunggakan itu saya dilempar kesana kesini untuk kejelasan nasib saya di kampus, mulai dari keuangan dilempar ke Waka I, Jamilah, yang pada saat itu ada di luar kota dan akhirnya masalah itu tidak selesai, hingga tidak tercatat sebagai mahasiswa aktif, dan tidak masuk absensi kelas karena belum divalidasi oleh keuangan.
Padahal untuk menyetorkan laporan pembayaran saya sudah mencicil tunggakan tersebut sebesar 500.000,-. Begini nasib saya berkuliah di kampus yang senantiasa membiarkan mahasiswanya kebingungan, administrasi yang rumit dan arahannya tidak solutif.
Pada dasarnya saya merasa kebingungan, dengan siapa dan cara apa saya untuk mengurangi beban yang saya tanggung saat ini, karena setiap kali saya menghubungi orang-orang yang sekiranya dapat membantu saya malah saling empar tanggung jawab, mulai dari keuangan, administrasi umum dan juga Dosen Pembimbing Akademik (DPA) ini semua tidak ada yang bisa membantu menyelesaikan masalah ini.
Mereka seakan-akan tidak peduli jika ada mahasiswa yang bermasalah di bagian keuangan, saya rasa para pimpinan kampus harus tahu ini agar dapat memperbaiki kinerja mereka supaya mahasiswa merasa dipedulikan oleh mereka, jika terjadi hal yang seperti ini mahasiswa, atau lebih khususnya saya pasti merasa tidak dipedulikan sama sekali karena kinerja mereka sangat tidak maksimal.
Kembali lagi kenapa saya bercerita panjang lebar tentang tunggakan segunung saya dan saya tetap bertahan sejauh ini, sebab saya mengingat alasan saya sebenarnya saya melanjutkan pendidikan, dulu saya setelah lulus SMA 2020 tidak berfikir untuk melanjutkan pendidikan karena melihat ekonomi orang tua sangatlah memprihatinkan, maka dari saya lebih memilih bekerja dari pada kuliah. Setelah 3 bulan saya lulus SMA ibu saya meninggal dunia dikarenakan mengidap penyakit yang tidak bisa disembuhkan sampai beliau wafat, sejak saat itu dunia sangat hancur.
Jika kalian pernah mendengar kata-kata bijak “Sakit hati seorang anak laki-laki itu ketika ibunya meninggal dan akan hancur dunianya” maka benar adanya itulah yang saya rasakan. Pada saat itulah saya hampir putus asa, sampai-sampai mengalami gangguan jiwa selama 1 bulan, mental saya kena, pikiran saya kena, seluruh badan terasa sakit, sakit hati yang mendalam. Sebab orang tua yang telah melahirkan saya menghembuskan nafas terakhirnya, perlu juga kalian ketahui selama satu bulan itu saya pernah dipasung dan juga pernah masuk penjara di Polres Sumenep, itu semua karena saya mengalami gangguan jiwa dan tidak bisa mengontrol diri.
Namun Alhamdulillah semua itu dapat dilalui setelah para kerabat saya mulai membantu untuk mencarikan solusi agar saya bisa sembuh, berbagai macam cara dilakukan salah satunya sowan ke Kyai untuk meminta didoakan agar hal-hal yang tercela dapat pergi dari diri saya, dan alhamdulillahnya lagi hal itu berhasil dan sampai sekarang saya dapat beraktivitas lagi seperti sediakala.
Saya sangat bersyukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan agar saya bisa merasakan kenikmatan dunia.
Pada saat itulah saya mencoba untuk mencari penghasilan, pernah berangkat ke Jakarta kerja di toko sembako selama 3 bulan, dan alhamdulillah saya bisa membeli handphone dari hasil keringat saya sendiri, setelah itu saya pulang kampung dan mencoba untuk cari pekerjaan yang lain, setelah itu saya kerja di Jombang selama 1 bulan, saat itu saya kerja di Jombang tepat pada bulan ramadhan 2021, disitu saya kerja menjual peralatan pramuka, pada saat itu perjanjian dengan juragan saya satu bulan saya digaji 1 juta, tapi ketika sudah sampai satu bulan di sana saya hanya diberi 500 ribu, karena dagangan yang saya jaga itu tidak ada yang membeli, satu barang pun tidak ada yang membeli, pada saat itu lah saya pulang ke rumah dengan membawa uang hanya 500 ribu.
Nah, dari sini lah saya mempunyai keinginan untuk berkuliah, karena belajar dari pengalaman ketika saya bekerja hanya ditipu sama orang, dari sini lah saya mempunyai niat harus berkuliah, mau tidak mau saya harus melanjutkan pendidikan, agar saya bisa mendapatkan banyak relasi dari senior yang ada di kampus, siapa tahu dengan saya berkuliah saya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.
Selesai kilas balik kembali lagi ke permasalahan di awal, biaya pendaftaran masuk kampus STKIP PGRI Sumenep saya mencari sendiri tanpa bantuan dari siapapun, karena saya juga pamit ke bapak malah tidak diizinkan karena yang ditakutkan bapak adalah masalah ekonomi, tapi saya menyakinkan bapak bahwa saya akan mencari sendiri untuk biaya perkuliahan dan biaya hidup saya, saya hanya minta kepada bapak saya untuk mendoakan agar rezeki saya lancar, pamit ke orang tua bahwa saya tetap berkuliah dan sudah mendaftar di kampus STKIP PGRI Sumenep, saya juga mendaftar KIP kuliah agar bisa membantu ekonomi saya, tapi pada kenyataannya saya tidak lulus dan dinyatakan mahasiswa reguler.
Saya tetap melanjutkan perkuliahan meskipun saya harus membayar setiap semester sebesar 1.700, saya optimis pasti akan menemukan jalan untuk mendapatkan rezeki untuk membayar uang semesterannya, saya juga pernah mendaftar beasiswa yatim piatu, dan ketika ada pengumuman kelulusan beasiswa itu saya malah tidak lulus lagi, dari sinilah saya harus mencari beasiswa di luar kampus STKIP PGRI Sumenep, karena di kampus saya sendiri sudah tidak mempunyai peluang untuk mendapatkan beasiswa.
Ini dulu ya, cerita tentang kehidupan sebelum saya berkuliah dan setelah saya masuk di kampus, sebenarnya banyak yang ingin saya ceritakan tapi kasihan juga terhadap pembaca takutnya nanti kalian bosan kalau terlalu banyak narasi, LANJUT PART II aja ya, jangan pernah bosan untuk membaca. OK.
*Penulis bernama Indra Arief Kurniawan, mahasiswa semester 4 STKIP PGRI Sumenep.