
MEDIARETORIKA.com–Warung Salera Sumenep helat diskusi pertanian bertajuk “Atanih, Atana’, Kaya Raya (?): Menakar Kembali Konsep Pertanian Kita”. Bertempat di Warung Selera Jl. HOS. Cokroaminoto No. 16 A Kepanjin, pada Sabtu (20/11/2022).
Kegiatan yang dilaksanakan dari pukul 19:00 itu, dihadiri oleh kurang lebih 30 orang peserta dari berbagai latar belakang. Mulai dari sarjana pertanian, praktisi, pengusaha hasil pertanian, dan masyarakat umum yang memiliki kepedulian terhadap dunia pertanian.
Meski digelar malam hari, diskusi tersebut berlangsung aktif. Tak hanya fasilitator yang menyampaikan pendapatnya, tapi peserta juga aktif bertanya dan mengutarakan pendapat berdasarkan pengalaman masing-masing.
Secara umum, topik pembahasan dalam diskusi tersebut adalah hal-hal klasik menyangkut persoalan pertanian yang dipandang tak kunjung terurai. Fokusnya lagi adalah peluang yang berpotensi masih bisa disentuh oleh para pegiat pertanian, khususnya generasi petani muda di Kabupaten Sumenep.
Seperti yang dituturkan Zaini Kalsum, selaku praktisi pertanian organik. Bahwa dalam pertanian mempunyai keunikannya tersendiri. Bertani bisa dibilang mudah sekaligus bisa dibilang sulit. Hal demikian terjadi karena pertanian bukan sembarang perkejaan yang dikerjakan begitu saja. Terdapat ilmu khusus yang menjelaskan pertanian.
Bahkan, secara teori mungkin akan terlihat mudah dalam bertani. Namun saat praktek di lapangan, tidak jarang ditemukan kejadian-kejadian yang tidak pernah dikemukakan dalam teori. Sehingga, seorang petani harus cerdas dalam menghadapi segala situasi di lapangan.
“Tapi saya yakin, dari pengalaman-pengalaman kami dan temen-temen juga, jika kita memiliki bekal ilmu yang cukup, sabar, tekun dan yakin, insyaallah menuai hasil,” tuturnya di sela-sela memantik jalannya diskusi.
Hal senada juga disampaikan oleh Rojula, sarjana pertanian, praktisi sekaligus pengusaha hasil pertanian. Menurutnya, salah satu penghambat keberhasilan pertanian, khususnya petani di Madura adalah soal mindset dan berpikir instans.
Cara berpikir tersebut menurut Rojula seharusnya dilandaskan pada konsep dasar yang bisa diutarakan orang Madura. Yaitu, “atanih-atana’, adhāghāng-adhāghing“. Secara sederhana, adagium tersebut berarti segala sesuatu perlu ada prosesnya. Seperti saat seseorang ingin menanak nasi, maka sebelum itu harus melalui proses panjang. Dari mulai bertani hingga menanaknya.
- “Saya berhipotesis bahwa, kenapa umumnya orang, termasuk para petani kita, memandang pertanian atau bertani itu tidak lagi prospek. Jawabannya karena mindset bertani mereka hanya berhenti pada tahap sekedar bertani, bukan bisnis pertanian alias ber-agrabisnis. Nah, inilah tugas dan PR kita bersama” ungkapnya kepada peserta yang hadir.
Reporter: Syafi’
Editor: Hasan