Celurit di Malam yang Kelam

0
170
Ilustrasi foto pria bawa celurit (sumber foto pinterest)

Oleh: Syaif Aza

Jeruji besi menjulang tinggi, berjejer mengelilingi tembok yang berdiri kokoh, sel penjara merupakan mimpi buruk bagi seluruh narapidana (NAPI). Pasalnya, tidak jarang di dalam jeruji besi itu terjadi yang namanya hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah dan yang lemah menindas yang lebih lemah, tidak jarang di dalam sel penjara terjadi tindakan premanisme serta diskriminasi.

Salah satu dari napi itu ada seorang mantan mahasiswa dari salah satu Perguruan tinggi, ia mendekam di sel penjara sudah lebih dari 2 tahun, anak muda yang akrab disapa Doni itu telah lama mengalami suka dukanya di dalam sel penjara, tubuh yang dulunya berisi, kini terpampang jelas tulang rusuk yang menonjol di bagian badannya. Trauma yang mendalam selalu menghantui dirinya, bayang-bayang korban yang ia bacok terus menghantui fikirannya, saat itu entah setan apa yang merasuki Doni, sehingga ia berani membunuh salah satu jurnalis dari kampusnya yang turut menyuarakan keadilan.

###

Pagi itu Doni merenung di dalam jeruji besi yang menjadi rumah yang dia tinggali untuk selamanya, ia kembali melamun memikirkan kejadian 2 tahun silam, dosa besar yang telah ia perbuat ternyata membawanya pada masa depan yang suram, ia terus menerus meratapi kesalahannya atas kasus pembunuhan yang ia lakukan dengan tangannya sendiri, wajah Rofiki terus menghantui dirinya, ia teringat antusias Rofiki yang ingin menghilangkan kasus ketidakadilan di kampusnya, ia bunuh harapan itu beserta orangnya sekaligus.

###

2 tahun yang lalu…

Malam itu Doni dipanggil oleh dosen yang memiliki jabatan yang cukup strategis di dalam sebuah kampus ternama, ia berdiri tegak dihadapan dua dosen yang akan memberikan tugas terberat dalam hidupnya, kampus yang banyak diimpikan oleh para calon mahasiswa itu, ternyata memiliki fakta yang tidak banyak diketahui oleh para mahasiswa, kampus yang memiliki akreditasi B tersebut, ternyata dihuni oleh tikus berdasi yang berkedok dosen.

“Don, kamu tau kan, akhir-akhir ini tindakan kita tercium oleh LPM kampus?” Tanya salah satu dosen itu sambil menaikkan satu alisnya.

“Ya bapak, saya juga tau tindakan kita sudah sedikit tercium oleh mereka” jawab Doni dengan helaan nafas panjang.

“Kemaren itu, kita yang memeras salah satu mahasiswi, ternyata ia melapor ke LPM kampus” ungkap dosen tersebut.

“Aku kemaren denger dari mata-mataku di kampus ini, katanya BEM sekaligus para ormawa akan mengadakan aksi tak lama ini” sambung dosen satunya.

“Tapi yang terpenting, kita harus singkirkan terlebih dahulu, orang yang memiliki data tentang kelakuan kita, dia harus disingkirkan dari kampus ini, bahkan dari dunia sekalipun” sambung satu dosennya lagi.

“Kalau boleh tau, siapa yang memiliki data kita bapak?” Tanya Doni dengan penasaran.

“Itu yang sok-sokan jadi jurnalis kampus, si Rofiki, dia tau data kita karena si mahasiswi itu cerita sama dia, dan buktinya semua ada di Rofiki” Jawab salah satu dosen dengan nada marah.

“Nah, bapak, memanggil kamu ke sini, untuk menyelesaikan masalah ini, pertama kamu singkirkan Rofiki terlebih dahulu, atau bahkan habisi sekalipun, kemudian kalau masalah Rofiki telah terselesaikan, kamu sogok mahasiswa yang mengetahui masalah ini untuk tidak speak up , bapak kasih kamu uang ini” sambil menyodorkan amplop tebal kepada Doni.

“Kamu selesaikan masalah ini, eontah kamu mau turun tangan sendiri, maupun menyewa orang lain, itu terserah kamu, yang terpenting masalah ini bisa selesai” suruhnya tanpa sedikit menurunkan ego kesalnya.

“Baik bapak, kalau begitu saya pamit dulu” pamit Doni sambil berjalan meninggalkan ruangan itu.

Sepulangnya dari ruangan itu, di perjalanan Doni berpikir keras, akankah ia akan menghabisi temannya sendiri, atau ia akan mendekam di jeruji besi jika ia tidak lekas menghabisi Rofiki, malam itu Doni merasakan dilema yang luar biasa, antara menghabisi temannya dan kebusukannya akan tertutup, atau membiarkan Rofiki hidup tapi dia akan mendekam di penjara, karena tak lama lagi Rofiki akan membocorkan rahasianya, namun malam yang terasa sunyi itu adalah awal dari penyesalan seumur hidupnya.

###

Di lorong yang sunyi nan gelap, berdiri seorang lelaki yang berperawakan tinggi dan tegap ia menghisap rokoknya dalam-dalam seakan-akan menghembuskan semua dampak yang akan diperolehnya jika terus mengusut tuntas kasus yang sedang ditanganinya, pasalnya pelaku dari kasus itu bukan orang yang sembarangan, ia tau konsekuensinya jika berurusan dengan sang pelaku, kemungkinan besar ia akan dipersulit masa perkuliahannya atau bahkan di DO dari kampus, karena pelaku memiliki wewenang yang sangat besar di kampusnya, namun ia tidak peduli akan konsekuensi yang akan ia peroleh, selagi masih dalam memperjuangkan keadilan, apapun akan ia lakukan.

Namun, ketika rokoknya tinggal hisapan terakhir, ia dikejutkan dengan kedatangan 3 orang yang tidak ia kenali, 2 diantaranya membawa golok dan satunya membawa celurit, yup betul dia adalah Doni bersama 2 orang temannya yang disewa untuk menjadi pembunuh bayaran, bulan menjadi saksi atas kebrutalan Doni dan teman-temannya, golok dan celurit terus terayun ke tubuh Rofiki, Rofiki mencoba untuk menangkisnya, tapi ia kewalahan karena lawannya tidak sepadan, namun Rofiki pandai mengendalikan situasi, satu parang dapat ia rebut dari musuhnya, tanpa basa basi Rofiki menusukkan ke salah satu pembunuh bayaran itu, pertarungan sengit tetap berlangsung, gesekan parang menimbulkan percikan api yang menambah keseruan perkelahian itu, satu orang lagi mampu Rofiki tumbangkan dengan luka di lehernya, namun nahasnya celurit yang diayunkan Doni kini menancap tepat di kepala Rofiki, darah segar mengalir dari kepalanya, tubuhnya tergeletak tak bernyawa, lebih dari seratus luka bacok yang ia terima, 2 telinga beserta jari kelingking copot dari badannya, tubuh yang dulunya berdiri tegap, kini terhempas menyatu dengan debu jalanan, Doni hanya tersenyum getir melihat 3 mayat yang telah mati dihadapannya, ia tidak berniat untuk membawa mayat itu, ia sadar seberapa pintar ia menyembunyikan mayat itu, pasti akan ketahuan juga, Doni berjalan selangkah demi selangkah sambil menenteng celurit yang berhiaskan darah segar, ia tak tau akan kemana, jalannya tidak terarah, hanya trotoar yang dapat ia jadikan sandaran, dan Doni pun terlelap di tengah kegelapan malam.

###

“Saudara doni, kami menetapkan saudara sebagai tersangka pasal 340 KUHP atas pembunuhan berencana dengan hukuman penjara seumur hidup”

tok, tok, tok.

Suara palu ketua hakim dibunyikan, pertanda sidang telah usai dan ditetapkan, Doni tau ini merupakan akhir dunianya.

Doni menatap ruangan itu tanpa sebuah arti, tatapannya kosong, setelah ia divonis hukuman penjara seumur hidup yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia menyesal karena seharusnya dua dosen yang menjadi dalang dari semua ini ternyata mereka kebal hukum, ia meratapi penyesalan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, namun bagaimanapun karma akan tetap berjalan, ia harus melalui ini meskipun dalam keadaan terpaksa sekalipun akhirnya.

*Penulis merupakan seseorang yang terlahir di Desa terpencil, tepatnya Dusun Batubelah, Pamekasan, ia berminat dibidang kepenulisan sejak berada disekolanya Mambaul Ulum Karang Anom Pamekasan, ia sekarang aktif di LPM Retorika.

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here