Oleh: Ach. Zainuddin
Tepat hari Kamis 20 Maret 2025 telah disahkannya UU TNI oleh Puan Maharani bertempat di sebuah Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, rapat tersebut dilaksanakan secara tertutup sehingga ada indikasi kecurigaan publik yang mencuat di beberap platform sosial media. Setelah rapat DPR RI, ada apa sebenarnya dengan rapat RUU TNI?
Kalau ditelisik lebih jauh lagi Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menghasilkan berbagai perubahan signifikan. Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah penambahan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, dari sebelumnya 10 menjadi 16 institusi.
Perluasan Peran TNI di Sektor Sipil dengan bertambahnya jumlah lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Sehingga terjadi perluasan peran militer dalam pemerintahan sipil. Hal ini dinilai sebagai upaya memperkuat koordinasi di bidang keamanan nasional dan tanggap darurat, terutama pada institusi seperti BNPB dan BNPT.
Penguatan Pengawasan Publik sejumlah pihak menilai bahwa ada yang lebih penting dibandingkan perluasan peran TNI dalam jabatan sipil adalah penguatan sistem pengawasan publik. Sehingga transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas militer dan pemerintahan dapat lebih terjaga.
Kekhawatiran terkait revisi UU TNI 2025 di kalangan masyarakat, aktivis, mahasiswa sangat jelas masa orde baru bakal terulang kembali karena dwifungsi ABRI ini dapat membuka ruang-ruang militerisme seperti masa pemerintahan bapak presiden kedua RI Soeharto. Demokrasi terancam, suara mahasiswa dibungkam, pers dibredel supaya informasi tentang politik pemerintah pada masa itu tidak diketahui publik.
Sedangkan yang kita ketahui tugas utama seorang TNI adalah bidang pertahanan bukan mengisi jabatan sipil dan pemerintahan yang dapat mengaburkan peran militer dan pemerintahan.
Hal tersebut yang menjadi keresahan bagi masyarakat di Negara Konoha ini. Sebab revisi UU TNI 2025 ini mengancam proses demokrasi di sistem pemerintahan. Perubahan besar akan terjadi dalam hubungan antara pemerintah dan institusi sipil, meskipun tujuan dari revisi UU TNI ini adalah untuk meningkatkan keamanan, namun polemik mengenai revisi UU TNI ini akan terus berkembang mengenai tata kelola pemerintahan yang demokrasi dan profesionalisme TNI di bidang pertahanan.
Saya sebagai Pers Mahasiswa di lingkungan kampus juga mulai khawatir pasca ada revisi UU TNI ini bakal ada revisi UU Pers sebab peran pers di negara ini masih tercatat sebagai pilar demokrasi keempat. Oleh sebab itu saya menolak dan meminta agar revisi UU TNI ini cabut karena lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya. Sebab dapat mengancam keberlangsungan demokrasi di Negara Republik Indonesia ini.
Salam akal sehat
Selamat membaca.