Oleh : Akhidatul Avida*
MEDIARETORIKA.com-Sebagai manusia yang dikaruniai akal untuk berpikir, seperti halnya saya disini menggunakan akal saya untuk berpikir tentang segala hal, gagal dalam mendapatkan apa yang saya inginkan membuat saya memilih alternatif lain untuk mencapai tujuan itu. Maksud saya, kita harus mencoba berpikir untuk menerima suatu keadaan dengan cara mengikhlaskan gegalan itu, dengan meluruskan pikiran bahwa ini adalah jalan terbaik yang diberikan sang maha kuasa. Hanya segelintir orang yang dapat berpikiran demikian. Karena terkadang mereka cenderung menyalahkan takdir tanpa melihat sisi positif dari kegagalan tersebut.
Salah satu kegagalan yang pernah saya rasakan yaitu saat mendaftar kuliah dengan jalur Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), memilih kampus dan jurusan yang saya yakini terbaik untuk saya. Namun ternyata nasib tidak sesuai dengan harapan, sehingga sering kali saya merasa berbeda dengan teman-teman lainnya. Mereka diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mereka pilih, tentu saja dengan fasilitas yang memadai, dengan sebuah sistem penndidikan yang sudah mumpuni.
Hal itu membuat saya terpuruk akan kegagalan ini, sehingga membuat saya sangat sulit untuk berpikir positif, apalagi saat melihat teman-teman memasang twibon keberhasilannya diberbagai media sosial, seperti Instagram, Whatsapp, Facebook dan mungkin platform lainnya. Entah saya sudah malas melihatnya. Semua dipenuhi dengan postingan tentang keberhasilan mereka. Sebagai manusia yang dipenuhi akan perasaan iri dan naif tentunya hal itu membuat saya terus merasa dipenuhi kekurangan. Mempertanyakan tentang segala sesuatunya yang seakan tak berpihak kepada saya “mengapa aku tidak seberuntung mereka, mengapa mereka bisa diterima tetapi saya tidak?” pertanyaan-pertanyaan semacam itu sering sekali berkeliaran dalam kepala.
Tetapi, semakin kesini saya mengalami proses pendewasaan yang membuat saya lebih sadar diri. Melihat keberhasilan orang lain tanpa melihat usaha yang mereka lakukan, apalagi rasa iri yang timbul membuat kita semakin membandingkan diri sendiri seolah-olah apa yang kita lakukan sama seperti mereka. Sunguh betapa naifnya diri ini saat kembali mengingat masa sulit itu. Sebenarnya hal itu tidak akan terjadi ketika saya lebih ikhlas menerima takdir yang tidak berpihak kepada saya. Bukannya ingin menyalahkan ketidak mampuan diri kita, akan tetapi disisi lain harus melihat bagaimana usaha kita dalam mempersiapkan diri. Setidaknya apa yang telah dilakukan memang kurang maksimal sehingga tuhan ingin membuat kita lebih bersungguh-sungguh untuk berusaha di jalan yang lain.
Seperti halnya pernyataan di atas bahwa tidak semua orang mampu berpikir seperti itu, menerima kegagalan yang besar lalu bangkit dengan waktu yang singkat. Mungkin hanya segelintir orang yang dapat berpikiran positif tentang apa yang terjadi kepadanya, karena mayoritas orang memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat sadar bahwa sebenarnya ia sangat beruntung. Karena dengan hal itu kita mampu sadar betapa berharganya proses pendewasaan yang tidak semua orang bisa mengalami hal sama.
Kegagalan yang saya alami membuat saya merasakan sebuah rasa sakit yang tak terdefinisikan. Tetapi dibalik rasa sakit itu, saya akan mencoba untuk terus bangkit dengan melakukan banyak cara agar dapat menemukan obatnya. Kebangkitan yang saya lakukan mengantarkan saya kepada sebuah proses yang indah. Tidak seperti teman-teman lainnya yang sudah tau mau apa dan akan apa. Saya harus mencari jati diri untuk melalui perjalanan ini dan apa yang akan saya lakukan ditengah perjalan nanti. Disinilah saya berada di sebuah kampus swasta keguruan dengan tekad awal membangun perubahan pada diri sendiri. Langkah awal yang saya lakukan dengan mencari potensi yang ada di dalam diri saya, memilih Organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang sesuai dengan gairah saya.
Semua ini saya lakukan karena sudah sepenuhnya menerima takdir dan jalan yang ditentukan oleh tuhan. Semua hal itu saya lakukan untuk membuat saya lebih menghargai yang selama ini telah saya lakukan, tanpa membanding-bandingkan dengan orang lain. Takdir sudah ada yang mengatur, dan bagi kita yang belum berhasil mencapai keinginan bukan berarti proses kita telah usai. Hanya saja Tuhan memberi jalan lain untuk kita berusaha lebih keras agar dapat mencapai kesuksesan.
*Penulis adalah mahasiswa STKIP PGRI Sumenep, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Semester I.