Beberapa literatur kita temui pendidikan adalah pondasi dari kemajuan dan peradaban. Bila pondasi itu kokoh, maka akan lebih kuat menampung lebih banyak beban (solutif-aktif) dan peluang kemajuan bangsa ini lebih tinggi. Adalah tanggung jawab beresama mengisi setiap instrumen yang menjadi indikator kemajuan bangsa ini dan mewujudkan cita-cita kita bernegara. Historis peradaban manusia adalah kebanggaan umat muslim, sebab dalam kitab suci, kita ketahui Nabi Adam AS. sebagai manusia yang diberi kemuliaan setelah mengetahui asma-asma. Negara yang kita kenal sebagai penjajah negeri ini, juga mepertanyakan banyaknya guru yang selamat setelah jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Hirohito, dialah kaisar tertinggi Jepang saat itu. Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan di Indonesia yang memperjuangkan pendidikan dimulai sebelum Indonesia ini merdeka.
Apatisme, utamanya terhadap pendidikan bukan ciri putra bangsa (Idhatunnasyiin). Apa yang dititipkan para pahlawan kemerdekaan kepada generasi bukanlah suatu pemberian bangsa luar, tetapi perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan. Merawat dan mewujudkan cita-cita bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara tidaklah dititipkan kepada bangsa asing meskipun ada di Indonesia. Tetapi tetap dititipkan kepada bangsa itu sendiri, utamanya pemuda sebagai generasi yang memiliki semangat tinggi dan pemegang tongkat estafet kepemimpinan di masa depan. Tentunya tanpa ilmu pengetahuan tidaklah sepakat kita mampu menjaga amanah dari leluhur kita. Semangat mencari ilmu pengetahuan marilah kita jaga bersama-sama.
Abad ke 21 kita mengenal kemajuan teknologi pada tahap keempat. Era industri informasi 4.0. aktivitas masyarakat banyak melalui jaringan teknologi. Kebutuhan terhadap penguasaan teknologi ini hampir menjadi dengan aksara dalam pendidikan, siapa yang tidak menguasai (tertinggal) akan rentan tertindas. Sementara kita masih tergolong pendatang baru di tengah kemajuan teknologi yang cukup pesat ini. Dibuktikan dengan beberapa diskursus mengenai keberhasilan pendidikan di tengah pendemi, pro-kontra daring-luring, pendidikan di era 4.0-5.0, era kenormalan baru, pendidikan berbasis teknologi, learning menagement system dan lain-lain. Optimis kita mampu mengejar ketertinggalan melalui semangat belajar yang bersungguh-sungguh dan konsisten dari para pemuda khususnya mahasiswa.
Beberapa perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Sumenep salah satunya adalah STKIP PGRI Sumenep, yang secara komitmen dan konsisten ikhtiar membaca peluang dan tantangan untuk mewujudkan visi misi Sekolah Tinggi di tengah terpaan pendemi covid 19. Tentu bukan sesuatu yang mudah untuk sampai pada titik keberhasilan dengan pendidikan yang berbsasis teknologi ini. Tetapi keberhasilan pendidikan di STKIP PGRI Sumenep akan menjadi salah satu cerminan keberhasilan pendidikan Kabupaten Sumenep di masa mendatang, sebab merekalah yang akan menejadi guru/tenaga pendidik generasi selanjutnya. Relevansinya jika kita ingin memperbaiki SDM Kabupaten Sumenep, maka memperbaiki kualitas perguruan tinggi untuk mencetak sarjana-sarjana yang kompeten menjadi instrumen prioritas. Melalui cara-cara yang cukup humanis beberapa pihak civitas kampus mengajak seluruh mahasisiwa agar tetap bersemangat di tengah ketidaksiapan dengan sistem yang baru (pendidikan berbasis teknologi) karena belum terbiasa dan belum berpengalaman.
Semeseter ganjil berlalu, kini akan memasuki semester genap. Keberhasilan Prodi Pendidikan Matematika akan menjadi tolok ukur keberhasilan Prodi yang lain. Maka spesifikasi Prodi Pendidikan Matematika cukup menantang bagi mahasiswa yang mengambil jurusan tersebut dan dosen-dosen yang menjadi bagian di dalamnya. Beberapa mahasiswa dalam Prodi ini jika diberi pilihan kuliah daring atau luring, mereka akan memilih perkuliahan luring disertai beberapa alasan. Pertama Prodi Pendidikan Matematika sebagai ilmu pengetahuan cerminan keberhasilan bagi Prodi yang lain otomatis menjadi beban moral bagi mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika. Artinya mahasiswa jurusan Matematika ingin menyerap imu pengatuhan dari setiap pertemuan dengan baik dan bisa membuktikan keberhasilannya pada publik. Semangat belajarnya tak perlu diragukan, karena yang memilih Matematika sudah siap menerima pelajaran-pelajaran berat yang mesti diselesaikan dengan sempurna.
Kedua efektivitas pembahasan materi. Satu pertemuan tatap muka kurang lebih seperti lima sampai enam kali daring, hal ini disebabkan dari kebebasan berinteraksi mahasiswa dan dosen. Pernyataan lain dari salah satu dosen profesional Matematika adalah pembelajaran daring sepuluh kali sama dengan satu kali tatap muka, artinya sangat kurang efektif. Jika demikian, maka kemungkinan akan banyak materi yang belum selesai dibahas tuntas dalam satu semester. Sementara kita tahu Matematika memilki linearitas yang bertahap. Dua alasan urgen itu perlu dipertimbangkan oleh pihak kampus sehingga memilki ketepatan dalam mengeluarkan kebijakan.
Akan tetapi seberapapun banyaknya alasan mungkin saja tidak mampu merubah kebijakan yang telah ada. Tetapi mengevaluasi kebijakan sebelumnya menjadi kewajiban agar kualitas pendidikan semakin hari semakin baik. Jika dulu dengan sistem delapan kali pertemuan untuk setiap Prrodi dan dilakukan di awal atau akhir semester maka mengacu pada dua alasan di atas perlu dipertimbangan kembali. ini belum bisa menyeimbangi terhadap pemebelajaran daring dan luruing yang efektif terhadap keberhasilan pemebelajaran di tengah pandemi yang belum usai.
Menurut kami jika di pertemuan pertama daring maka pertemuyan kedua harus luring sebagai bentuk pembiasaan dan bentuk evaluasi pada materi pertemuan perkuliahan sebelumnya, begitupun jika daring dianggap kekurangan maka dapat dioptimalkan dengan cepat saat perkuliahan tatap muka yang menjadi sisi kelebihan. Atau sebaliknya, daring luring, luring daring. Yang terpenting jika salah satunya dianggap kekurangan, maka pada salah satu yang lain harus menjadi kelebihan untuk menemukan penyeimbang diantara kedunya, dan itu dilakukan dengan cepat. Jika tidak, memori lama belum tentu maksimal bertahan ketika tidak dikuasai sepenuhnya. Ekstra bisa mengejar RPS yang sudah dirancang dan diserap dengan baik selama satu semester oleh mahasiswa. Jika tetap dilakukan seperti sebelumnya maka banyak mata kuliah yang masih tertinggal dan banyak materi yang belum dipahami sepenuhnya oleh rata-rata mahasiswa, karena daring pada pertemuan kedua ketiga telalu jauh pada luring kesembilan dan kesepuluh untuk menyeimbangi efektivitas pembelajaran sebelumnya. Matematika tidak mudah dipelajari secara individu/kelompok tanpa ada tutor jika terdapat materi yang sangat berat, seperti Kalkulus, Aljabar Linear, Analisis Real dll. Bantuan tekhnologi seperti Web dan Youtube tidak bisa dijadikan penunjang karena banyak penjelasan yang salah seperti pengalaman di materi terapan Matematika semester ganjil sebelumnya. Guyonan Kaprodi Matematika “Jika dengan Youtube bisa pintar, yo wes, rauash kuliah, kuliah di youtube wae hehe”. Jadi, ketika pertemuan daring belum bisa dikuasai oleh banyak mahasiswa maka dengan cepat akan dikuasai saat tatap muka, jika sistemnya seperti yang kami sampaikan (Memperbaiki dengan cepat)
Selebihnya kami juga belum sepakat jika dilaksanakan secara luring, kemajuan tekhnologi harus mempengaruhi dalam kualitas infrastruktur pendidikan juga tekhnologi sebegai penunjang kualitas materi pendidikan itu sendiri. Sebab More Than Human Capital is Tekhnologi.
*** Penulis adalah mahasiswa STKIP PGRI Sumenep, Program Studi Pendidikan Matematika Semester VI