Oleh: Dita NurMaulidia Rizal
What should i do give me a clue
Cause everything reminds me of you
Can’t help but think
That i can go and say done with you
If i had one more chance
A redemption of romance
We could travel ‘round town
Summer we can be find
I say that it’s a date
ANYTHING 4 U-(Arash Buana)
[JIKALADANTA]
Kota dengan ribuan bangunan sejarah kuno menjadi destinasi terakhir Kala di akhir menuju pergantian tahun, kota dengan musim panas namun begitu sejuk di malamnya
Dahan dengan daun yang mulai berubah orange kecoklatan terpapar sinar hangat sang apollo timbul dari ufuk timur jegala
Jalanan nampak berserakan akibat daun gugur yang sedikit banyak berjatuhan terbang mengikuti sepoi angin mengotori area piazza
Sebuah alun-alun kota dengan museum besar megah berdiri terpusat di tengah yang kata orang-orang selalu terkenang dimana keberadaan lukisan Monalisa yang selalu menjadi kebanggaan sang pelukis handal Leonardo Da Vinci
Museum louvre, adalah persinggahan terakhir Kala sebelum ia kembali ke negara asal
Tentu Kala tak ingin melewatkan kesempatan akhir, memutuskan untuk sedikit mengeluarkan uangnya untuk membeli perlengkapan melukisnya yang meskipun pada akhirnya jatuhnya tak menjadi sedikit, tak apa setidaknya kenangannya tak akan menghilang
“This your’s ladies” (ini milikmu nona) seorang nice waiters memberikannya sebuah paper bag medium tepat saat Jikala memberikan kredit card nya
“Merci!” (terima kasih) respon Kala
“De rien” (sama-sama) balas sang waiters tak kalah senyumnya dengan Kala
Melangkah keluar dari tempat museum seni dengan tangan kanan menenteng paper bag hasil belanjaan tadi
Kanvas dengan berbagai macam alat lukis telah berhasil ia dapatkan, meskipun tadi ia sempat berkeliling lama untuk menemukan letak tempat perbelanjaan khusus peralatan itu
Jujur kaki Jikala mulai sedikit lelah, tumitnya lama-lama ikutan pegal akibat terlalu lama berjalan karna museum yang begitu luas ditambah lapangan alun-alun kota yang begitu lebar dan ramai itu
Meskipun begitu, tak hirau ia benar-benar menikmati aktivitasnya, bagaimanapun Jikala berada di negara dimana ia selalu mendambakan untuk mengunjungi kota romantis dengan salah satu keajaiban dunia berada, prancis dengan menara Eiffel nya
Di ujung kiri sedikit menjorok ke tengah banyak orang beramai-ramai membentuk pola melingkar, ah tak heran, sering ada pertunjukan busking di sekitaran alun dan banyak dari mereka yang begitu berbakat dalam bidangnya
Bahkan banyak terdapat pelukis amatir di jalanan, itu membuat Kala begitu takjub dengan berbagai hasil karya mereka
Dengan segera ia mengarahkan objek lensanya untuk memotret moment yang menurutnya layak untuk ia simpan dalam buku albumnya
Mengecek hasil sempat bangga dengan bidikannya
“Hm perfect, you did it Kala” (sempurna, kau berhasil Kala) dialognya pada diri sendiri
Kembali melangkah melewati pinggiran trotoar dimana begitu banyak toko dengan berbagai macam jenis mulai dari souvernir, pakaian, aksesoris, dan tempat-tempat seperti cafetaria berada di samping kiri kanan Kala
Tak hanya itu sepanjang jalan indranya dapat mencium aroma lezat dari toko roti baguette yang sepertinya baru keluar dari pemanggang
Hingga disaat ia ingin mampir sebentar sekedar untuk mengganjal perutnya, mulai mencari letak resto yang menurutnya nyaman saat ia menikmati sewaktu breakfast nya nanti, yang lebih layak dikatakan brunch, karena pagi-pagi sekali ia beranjak dari kediaman hingga tak menyempatkan menyiapkan sarapannya sendiri.
Dengan bermodal mengandalkan feeling (perasaaan) Kala melangkah sesuai kehendak pikirnya merasa letak resto yang akan ia kunjungi mulai dekat, sebelum-
Bruk!
Seorang pria berpakaian lengkap formal menyenggol agak keras tubuh Jikala hingga hampir oleng, beruntung ia tak sampai terjatuh, bisa-bisa segala perlengkapan perbelanjaannya akan berserakan penuhi trotoar
“Hey! Keep your watch mr.”(perhatikan langkahmu pak)
Tentu Kala sedikit jengkel, bagaimana bisa orang itu menabraknya padahal Kala yakin ia sudah berjalan pelan dan hati-hati, jelas kesalahan kali ini ada di pria tersebut lah
“Emm i am sor-“
Ucap pria itu terhenti, niat hati ingin meminta maaf karena merasa bersalah namun kaget mendominasi akibat seseorang yang tak sengaja ditabraknya barusan
“Ow Kala! Ah ekhem- sorry aku tidak tau itu kamu”
“Ck klise, have we meet before? I never knew you” (kita pernah bertemu sebelumnya? Aku tidak pernah mengenalmu)
Jikala mengernyitkan alisnya dan dengan sengaja menekankan kata ‘never’
“Hey hey Kamu tidak merindukanku? Ah yep-“
Orang itu menjentikkan jari bak orang sedang mendapatkan ide fantastic
“-kenapa kau menanyakan hal yang jelas Dam- tentu dia pasti merindukanmu” tutur lanjutnya berbicara pelan pada diri sendiri
“Ck really” (benarkah)
Jengah, Kala melangkah berniat meninggalkan pria yang menurut kala sudah tak waras itu, karenanya ia jadi semakin lambat untuk waktu sarapan
“Hey Kala! Kamu merindukanku kan, don’t be shy just admit it!” (tidak perlu malu, mengaku saja)
“What’s that ‘aku-kamu’ kita tidak saling kenal’’
Nampaknya pria itu tak kunjung lelah meskipun banyak diacuhkan
Bahkan ia terkekeh dengan bilah tipisnya karena berhasil membuat Kala meresponnya
“Noisy” (berisik)
“Hey, kita bahkan selalu bertemu sebelumnya”
“Oh really” (benarkah)
“Sungguh kamu melupakanku?”
“Oh wow”
“Jikala, kamu tidak merindukanku?”
Kala merolling kan matanya, begitu sangat-sangat lelah dengan pria berisik disebelahnya yang terus mengikuti kemanapun ia bawa langkahnya bahkan setelah ia selalu respon dengan malas dan sekenanya
Bahkan setelah ia selesai memesankan dirinya menu sarapan, lama setelah ia menemukan resto yang menurutnya tepat
Tak pedulikan seonggok pria tampan yang sedari tadi membuntuti kemanapun dirinya pergi
Dan disinilah mereka, duduk saling berhadapan di sebuah resto pilihan Kala yang terletak di ujung kanan perempatan jalan, mereka memilih meja outdoor -atau lebih tepatnya pilihan Kala karena yang satu hanya mengikuti
Hufft….
“Sebenarnya tujuanmu mengikutiku hingga kemari karena kau tidak ada teman atau apa!?”
Meskipun nada bicara Kala terdengar ketus, namun jauh dilubuk hati kecilnya yang memenuhi rongga terdalamnya Jikala tak ingin denial, Kala begitu merindukan sosok dihadapannya ini.
Dengan senyum yang tak pernah dilunturkan bak matahari pagi menuju siang ini, yang bahkan Kala tak habis pikir ekspresi senyum itu seperti tak mau lepas dari wajahnya.
“Hanya ingin menanyakan apakah.kau.juga.merindukanku”
Tepat saat ini Kala benar-benar berniat ingin mengobral otak manusia tidak jelas dihadapannya ini
“Bodoh! Damaresh bodoh! Bodoh bodoh”
Setelah bertahun-tahun tak bertemu dengan manusia merangkap mantan kekasih nya ini, dan saat setelah kian lama pada akhirnya bertemu
Lalu sekarang masih ditanya apakah merindukannya, bahkan perbuatan bodoh dan jengkel yang dilakukannya sedari tadi hanya untuk menanyakan apakah.dia.juga.merindukannya?
“Hey hey, jangan berpikir aneh-aneh, salahkah jika aku ingin menyapa kembali”
“Basa-basi yang klise”
“Terlebih kita dulu sempat menjadi sepasang kekasih”
Damaresh-Danta damaresh tepatnya, pria itu terkekeh, sembari menimang kembali kisah yang sempat dialaminya bersama Kala, membuat Kala berdecak
“Ck It’s been a long long time Dam, since we were high school” (itu sudah laaama sekali Dam, semenjak kita SMA)
“Excuse moi-“ (permisi) percakapan terhenti sesaat setelah muncul waiters untuk menghantarkan menu yang dipesankan mereka tadi
Tak lupa melontarkan senyum dan terimakasih pada sang waiters wanita dengan seragam khas pelayan yang kembali menghantar pesanan pelanggan lain
Tak banyak yang dipesan, menu favorit yang begitu umum di kalangan orang-orang perancis- soft baguette dan cafe au lait, yaitu roti yang dipanggang bersama mentega dan bawang juga secangkir kopi hitam dengan campuran susu panas, benar-benar khas french
“Hmhm, benar-benar sudah lama sekali..”
Alihkan perhatian dari menatap menu yang disajikan tertuju Danta
“Aku.. -i have a longing for you Jikala” (aku merindukanmu)
“You leave me first” (kamulah yang memulai meninggalkanku)
“Yes i am, dan sekarang aku menyesalinya”
“Eh?”
“Moving on, lebih baik kita habiskan ini dulu” (sudahlah)
Kala tak merespon namun, ia juga mengikuti Danta melahap menu sarapannya.
Menit berlalu hingga sekarang perut telah terisi, dan Kala begitu senang karena dapat merasakan bagaimana lembutnya roti khas negara ini
“Danta…”
Deg
Ah sudah lama sekali waktu berjalan, hingga tanpa sadar, Damaresh atau Jikala yang sering memanggilnya dengan sebutan Danta itu, ternyata sekarang ia begitu rindu dikala bibir merekah itu mengucapkan namanya
“Hm?”
Sedikit ada jeda sewaktu Kala ingin mengungkapkan suara hatinya
“Maksudmu ‘aku menyesalinya’ –“
“-lupakan Kala aku hanya melantur tadi, mungkin karena aku sedang lapar ya hahaha” Danta buru-buru memotong pertanyaan Kala yang dirasa tak seharusnya dilontarkan di situasi seperti ini
“Tidak-tidak bukan begitu..” Entah penuturan apa yang akan Jikala gunakan untuk menuntut jawab pernyataan Danta tadi
“Lalu?”
“Hahh tidak jadi” Kala merosotkan bahunya, tatapannya beralih menuju tangannya yang memilin ujung bajunya, baiklah jika begini, Jikala menyerah, mungkin memang tidak seharusnya dia mencoba mengharap keputusan pernyataan Danta tadi
“Eh? Sekarang dirimu yang jadi melantur begini, apakah hanya karna roti kecil ini?”
Lelucon aneh itu berhasil membuang hawa canggung diantara mereka
“By the way Kala, kamu tetap menekuni lukisan-lukisan itu?”
Ujar Damian seraya menunjuk paper bag Kala yang menonjolkan kanvas dari dalamnya karena sedikit melebihi hingga ujungnya terlihat
“Tentu saja, setelah kamu pergi dulu, dan karena aku tak ingin terlarut dengan luka, aku mulai sangat terfokus pada ini semua”
“Hey, aku tidak pernah melarangmu untuk tidak menyukai bidang tertentu”
“Ya ya i see Dan, hanya saja hidupku benar-benar pada seni setelah tak ada dirimu yang meninggalkanku waktu itu, and yap it’s me right now, Jikala si obsessed karya seni hahaha”
Rasa bersalah keluar setelah mendengar kalimat Kala yang sedikit menyinggung dirinya
“Lagipula, bagaimana bisa kau berakhir di sana, look yourself, suit like office worker tapi malah berkeliaran di luar di jam kerja seperti ini” (lihat dirimu) (berpakaian layaknya karyawan)
Sontak Danta menjadi canggung sendiri mengingat tragedi memalukan yang dialaminya beberapa waktu lalu, memegang belakang lehernya dengan tangan kanannya karena jujur ia bingung menjawab pertanyaan Kala agar tak begitu terdengar seperti seorang pecundang
“Ah! Hahahha tadi itu ya, itu- when on the road, and then… there is uhmm right on my way.. where i want to goes-“ (waktu di jalan, ada…, tepat di jalan…, waktu aku pergi ke-)
“Please Dam, penjelasanmu berbelit-belit, bisakah langsung ke intinya saja”
“There is a dog, yep dog hehe” (tadi ada anjing)
“Pfftt, jadi maksudmu kamu dikejar anjing begitu, lalu kamu lari terbirit-birit hingga tak melihat jalan sampai menabrakku begitu?!?”
Pecah sudah tawa Jikala dengan scenarionya sendiri yang terbayang di kepalanya saat ini
“Jika itu dirimu, kamu mungkin akan lebih takut atau mungkin akan sampai menangis”
Ujar Danta tak terima ditertawakan begitu oleh Kala, wajahnya merengut, sangat tak cocok dengan pakaian nya yang terkesan berwibawa itu.
Kala menyeka sedikit air mata yang keluar akibat terlalu banyak menahan tawa agar tak terlalu keras yang akan berakibat malu
“Hahahah well it’s Damaresh Danta as always hahaha” (yaa Danta seperti biasa)
Tertawa kembali hingga memegangi perutnya
“Beruntung disini tak ada got yang berpotensi membuatmu masuk kedalamnya, atau aku akan mendapatkan berita ‘seorang pegawai kantor terjerembap di got akibat terkena karma bolos bekerja dan terkena kejaran anjing’ pfftt hahaha”
Kala benar-benar tak bisa menghentikan tawanya bahkan hingga perutnya sakit
“Hentikan Kala, oh my gosh, tadi itu pitbull mukanya jelek sekali”
“Hahaha itu dia, kamu mengatainya, karena itu kamu dikejar”
“Ya mana kutahu kalau ternyata anjingnya sensian, baperan sekali”
“Hahaha ya ampun Danta, kamu tetap sama”
Danta suka, ia suka melihat Kala yang tertawa, terlebih karena dirinya
“Souffle”
Terdiam karena Danta mengucapkan tepat dengan menatap manik matanya
“Huh?”
“Fluffy like souffle cake” (lembut seperti kue souffle)
“Rotinya?”
“Eh?”
“Apa sih! Danta bodoh, tidak jelas!”
Danta terkekeh, mengulurkan tangannya untuk mengusak kepala Jikala, menggemaskan
“Hey tuan, atas dasar apa anda memegang kepala saya dan membuat rambut saya berantakan”
“Jadi, jika sudah mendapat izin diperbolehkan begitu?
“Sama saja tidak, ingat kita ini orang asing”
Lagi-lagi Danta terkekeh, kemudian mengarahkan tangan di depan Kala
Kala menatap wajah Danta, tak mengerti isyaratnya, sekali lagi menggerakkan tangannya yang menjulur di depan Kala
Dengan ragu, Kala menggamit tangan itu, sekarang mereka seperti dua orang yang sedang berjabat tangan seperti yang para pegawai kantor lakukan sehabis sepakat membahas penawaran
“Jadi, mari berkenalan, Danta- Danta Damaresh 28, divisi 1 entertainment”
“Ji..kala..?” tutur Kala bingung
“Baik, salam kenal nona Jikala”
“Hah?” Sungguh otak Kala tak bisa memproses apa yang sedang terjadi, terkadang memang Kala tak dapat menyeimbangi pemikiran Danta yang di luar nalar dan terkadang terkesan absurd itu
“Kenapa Kala? Kita sudah kenalan beberapa menit yang lalu, bukan menjadi orang asing lagi”
“Iya tapi—“
“Kala ayo mengulang kembali dari awal, kini aku bukan Danta yang meninggalkanmu, kini hanya ada Danta si pekerja 28 tahun bukan Danta si anak SMA”
“Jadi benar.. kamu belum melupakanku ya..”
“Aku menyesal Kala, kali ini aku ingin kita yang sekarang, Jikala dan Danta di hari ini, yang memulai kisah dan saling kenal di resto prancis”
“Baiklah Danta Damaresh, aku Jikala 26, si pelukis karya seni yang akan menjadi generasi Da vinci selanjutnya”
“Right, Kala aku akan menjadi temanmu yang baik kali ini”
Danta benar-benar tak akan pernah melupakan hari itu, di mana ia mulai kembali mengenal Kala yang sama
Waktu yang tepat sebagai kesempatan kisah yang kedua kalinya untuk sepasang jiwa yang pernah menjalin waktu bersama, namun kini dirombak unfuk benar-benar memulainya dari awal, hingga tak ada kisah sama yang terulang, juga tidak ada luka yang dikenang.
Begitupun mereka yang akan berdamai dengan masa lalu, dan menjadi baru untuk di pertemuan kedua setelah kisah pertama berlalu.
Bionarasi Penulis:
Dita NurMaulidia Rizal, kerap disapa Dita, gadis dengan nama akhir sang ayah, kelahiran sumenep, april 2005. Saat ini sedang menempuh pendidikan di kampus tanah kelahiran, STKIP PGRI Sumenep. Hobi menyeduh cokelat hangat dikala dinginnya musim, prinsip hidupnya satu kata “DASH” kedua “if you nice to me, i’ll nice to you”