Katanya Mau Universitas, Kok Masih Minim Fasilitas

0
662
Ilustrasi by mediaretorika.com

Oleh: Miftahol Rosiqin

Sudah menjadi rahasia umum, setiap mahasiswa pasti merasakan lelahnya belajar di ruang kelas, begitupun dengan saya. Kegiatan yang banyak memakan waktu di dalam ruangan, bagi saya, sangat cukup menguras energi.

Memang, jika dibandingkan dengan pekerjaan yang lain. Misalnya petani, nelayan, dan lain-lain, kuliah hanyalah bagaikan mengorek upil dan tidak terlalu memberatkan, maksud saya “apa sih cuman duduk-duduk gitu, lelah dari mananya coba.”

Menurut saya, kerja otak (kuliah) lebih memberatkan dari pada kerja otot. Sebab kerja otot, kalau lelah, cukup dengan istirahat. Sedangkan lelah otak, terkadang belum tentu hilang meski beberapa hari.

Tapi, dari semua rasa lelah itu, ada saja cara untuk mengembalikan mood yang telah terkuras habis. Kata anak jaman sekarang sih “healing” (traveling, mendaki gunung, dan shopping). Itu hanyalah beberapa contoh kegiatan yang sering dipilih mahasiswa untuk mengembalikan mood mereka.

Namun bagi saya sendiri, healing tidak harus ke gunung atau ke tempat-tempat mewah, cukup seusai kuliah pergi nongkrong itu sudah menjadi obat rasa lelah. “ditempat biasa aja,” kira-kira itulah kata yang terucap dari teman saya.

Tempat yang dimaksud teman saya itu, tiada lain ialah kantin kampus, sederhana namun sangat bikin nyaman. Namun rasa nyaman itu berangsur-angsur hilang tatkala mengingat bagaimana “fasilitas” yang kampus sediakan untuk tempat nongkrong itu tidak memadai. Sebab, hanya ada beberapa bangku dan meja yang tersedia di kantin kampus itu.

Tentu, ini sangat berdampak pada kenyamanan mahasiswa itu sendiri. Bahkan, banyak mahasiswa yang mengaku malu akan keadaan kantin kampus, siapa lagi kalau bukan kampus Tanéyan Lanjhâng. Bagaimana tidak, jika dibandingkan dengan kampus tetangga, kantin kampus ini sangat tertinggal jauh.

Saya tidak mau mengada-ada, sobat saya, sebut saja Erik. Dia mengaku malu jika harus membawa teman dari kampus lain untuk sekadar nongkrong. Sebab dirinya pernah di olok-olok melihat kondisi kantin yang cukup memperihatinkan. Dari kejadian itu, sobat saya sampai-sampai berjanji untuk tidak akan mau lagi membawa teman dari luar kampusnya.

Partner sayapun, namanya Agung. Sering kali curhat tentang keluh kesahnya selama mengenyam pendidikan di kampus. Bahkan dirinya menyebut bahwa kampus yang digadang-gadang “Go University” ini tidak pernah memperhatikan kenyamanan mahasiswanya. Pasalnya, dari awal masuk kuliah sampai sekarang, kantin di kampus ini tidak ada pembenahan. Selaiknya, walaupun tidak ada kemajuan, setidaknya jangan ada kemunduran. Kurang lebih itulah kalimat yang paling saya ingat.

Saya pun hanya mengangguk-angguk dan tidak bisa mengelak, tatkala mengingat waktu pertama kali saya menginjakkan kaki di kampus ini. Pada waktu itu, kurang lebih ada 5 penjual yang berjualan di sana, dan juga bangku dan mejanya masih terbilang cukup banyak, walaupun tetap kurang. Tapi, masih mendingan dari pada kondisi yang sekarang. Bahkan sekarang, bangku dan mejanya pun tinggal beberapa dan ada beberapa yang sudah dalam kondisi rusak.

Apalagi, usut punya kabar, kantin di kampus Tanéyan Lanjhâng ini tidak ada kontribusi sama sekali terhadap kampus, baik dari segi finansial ataupun yang lainnya. Jika memang benar, sangat masuk akal, jika fasilitas di kantin tersebut tidak terurus. Selaiknya, kampus harus segera mengambil alih kantin itu.

Berganti ke sebelah kantin, lebih jelasnya di selatan kantin kampus. Jika kita perhatikan, disana ada panjat tebing yang biasanya digunakan oleh mahasiswa, yang katanya pecinta alam itu loh. Sebenarnya saya ingin menanyakan, apakah fasilitas itu sudah seperti itu sejak dulu?.

Gini-gini, kita ketahui bersama, bahwa fasilitas itu sudah masuk kategori tidak layak pakai. Sebab, hanya tinggal rangkanya saja, dan bisa saja, rangka itupun sudah keropos mengingat fasilitas itu yang tidak terurus.

Bukan hanya itu, di depan gerbang, jika teman-teman memperhatikan, di sebelah utara gerbang ada sebuah kolam. Dimana-mana, kolam dikenal dengan keindahannya yang dapat memanjakan mata. Namun, kolam yang ada di kampus ini kebalikan dari sebagaimana kegunaannya. Karena, dari yang memanjakan mata malah merusak estetika kampus itu sendiri.

Hemat saya, kampus harus membenahi semua fasilitas yang tidak memadai dan menerima segala keluhan mahasiswa. Sebab, maju tidaknya kampus juga bergantung pada fasilitas yang ada. Apalagi, tanpa fasilitas kampus yang memadai, progres pembelajaran mahasiswa akan sedikit terganggu.

Sebenarnya, saya mengkritisi kampus bukan lantas tidak cinta terhadap kampus. Mengingat, mahasiswa mempunyai tri fungsi yang harus dipikul. Seperti, agen of change, agent of sosial control, dan agen of knowledge. jadi saya hanya merealisasikan semua tri fungsi itu.

*Penulis bernama Miftahol Rosiqin, mahasiswa asal Parsanga, Kabupaten Sumenep. Sekarang, dia aktif menulis di LPM Retorika. Memancing merupakan hobby si penulis dan dia juga dikenal dengan slogan “santai namun tidak lalai”.

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here