Tasek Galise’
- Oleh: Faishal Ridho
/1
Pagi menjemput embun,
Suara bergelegar sampai ufuk timur
Menafsir anak-anak yang meronta
Saat sampan mengepul di tengah parapet
Tubuhnya telanjang
Duduk di batu-batu
Dengan bibir yang bergetar
Menunggu sepucuk surat
Dari sampan yang berlayar.
/2
Sampan melepas jangkar,
Tubuhnya terbawa ombak
Hingga menganggukan yang resah
Yang dilihat adalah rindu terbakar
Di matanya yang berasmara dengan sampan
Angina rebah di tengah parapet
Semoga besok sampan lebih mengepul di halam sajak.
Juni 2022
Gelombang Kombang
Sejarah purba kulihat di krikil-krikil
Tangannya bertasbih, ada yang jatuh lalu diinjak
Hingga tubuh bocah nakal terpedaya oleh kata-kata
Matku nanar di balik daun yang gugur,
Kulihat pohon tak mau telanjang
Pada hembusan angina padat,
Tapi rumah camar masih tenang, mesrah tanpa melihat
Aku aku kedinginan.
Kaukah yang mengguyur dinding tidurku
Tanpa membasahi tubuh yang terbaring di ranjang pertemuan
Mengancam mimpi dari dunia lain
Yang melepas ingin
Padahal waktu membuka lembar dari moyang
Bermahkota rumput di tanah kelahiran
Membalikkan lading, melipat semak.
Di barisnya aku terkapar
Juli 2022
- Nak-Kanak Galisek
/1
Di matamu, aku melihat purba menangis
Menatap wajah tanpa lentera
Berbaring memeluk rindu
Tuk dibawah pada tuhan
“aku lapar tanpa menengadah pada tangan, Ibu”, katamu
Lantas apa engkau curi bila dikubur.
/2
Tuhan sudah tahu
Aku di sini menunggu sepengal surat dari tuhan
Memastikan engkau benar-benar tak rindu.
Selepas kabut,
Kuziarahi rindu
Diantara dingin menggugurkan bintang
Yang berkedip di atas ranjang
Berbantal sepotong pohon pisang
Menyuruhku membaca surat Yasin
Yang setiap malam direnungkan.
Juli 2022
Orang-Orang Kombang
subuh telah sampai pada dermaga
bumi tak lagi remang
awan berbisik terang,
saatnya engkau menaiki sampan bercula harap
yang ditabur bunga-bunga tirakat
tepat saat keminyan mengepul
kawan-kawan berkumpul, dan bertanya
“dimana kita tinggal di laut yang liar,
Padahal rindu yang menggunung belum dibayar
Kapan sampan mengepul ditangah parapat?
Sebab, aku menunggu dengan jantung seperti ombak.
September 2022
Kopi Malam Jum’at
Kopimu dingin, embah
Lama tak diseruput dengan rokok dijemarimu
Yang menunjuk pada matahari
Diantara ranum pahitnya
Altar menghiasi cercah pembicaraan,
Menemani hingga malam jelma pagi
Yang menuntaskan segala resah paling moksa
O, kemana yang mengepul setiap seruput
Yang menjadi hiasan amper penuh cerita kemarin
Januari 2022
Kopi Malam Jum’at 2
Meja ini menjadi sejadah kopi dan rokok
Memaduh kasih pada pembicaraan dan melahirkan puisi
;itulah hakikat kehidupan
Rasa itu menidurkan sepi
Ampasnya terpadu
Luka, rindu dan nasib
Menyatu di lidah
Kutiup kopi dengan ramah
Meremukkan moksa
Yang luka akibat rindu.
Januari 2022
Faishal Ridho. Kelahiran Sumenep, 22 Desember 2004. Sekarang masih menempuh pendidikan di STKIP PGRI Sumenep. Alumni MAS Nasy’atul Mutaallimin.