Gerakan mahasiswa di Indonesia memiliki sejarah panjang dan berfungsi sebagai salah satu pilar penting dalam dinamika sosial dan politik bangsa. Sejak awal abad ke-20, mahasiswa telah terlibat aktif dalam berbagai gerakan yang bertujuan untuk memperjuangkan keadilan, demokrasi, dan reformasi. Eksistensi mereka tidak hanya terlihat dalam konteks sejarah, tetapi juga dalam tantangan yang dihadapi oleh masyarakat saat ini.
Sejarah dan Perkembangan Gerakan Mahasiswa
Gerakan mahasiswa di Indonesia dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908, yang sering dianggap sebagai cikal bakal pergerakan nasional. Organisasi ini lahir dari keresahan intelektual mahasiswa yang ingin memperbaiki nasib rakyat Indonesia di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Kemudian, muncul Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang berperan penting dalam mencetuskan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, yang menandai kesatuan bangsa Indonesia.
Selama periode kemerdekaan, mahasiswa memainkan peran krusial dalam mempercepat proses kemerdekaan Indonesia. Mereka terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok, di mana Soekarno dan Hatta diculik untuk mendesak proklamasi kemerdekaan. Setelah itu, mahasiswa terus menjadi kekuatan penggerak dalam berbagai perubahan sosial dan politik, termasuk saat jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998.
Tragedi Trisakti terus memicu gerakan mahasiswa yang besar pada Mei 1998. Gelombang mahasiswa menuntut berakhirnya rezim Orde Baru akhirnya tak terbendung ke Gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta Pusat. Mahasiswa dari berbagai penjuru negeri ini mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menuntut Presiden Soeharto mundur
Peran Mahasiswa sebagai Agen Perubahan
Mahasiswa berfungsi sebagai agen perubahan sosial yang memiliki tanggung jawab besar terhadap masyarakat. Mereka tidak hanya menyuarakan aspirasi rakyat tetapi juga berperan sebagai kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah. Aktivisme mahasiswa sering kali menjadi respons terhadap ketidakadilan dan penyimpangan dalam pemerintahan, seperti contoh kasus korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia perampasan lahan hidup dan lain sebagainya.
Dalam konteks modern, mahasiswa masih memiliki relevansi yang kuat. Mereka terlibat dalam isu-isu seperti lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia. Melalui demonstrasi, seminar, dan diskusi publik, mahasiswa menyebarkan informasi dan membangun kesadaran tentang isu-isu sosial yang penting.Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi suara generasi muda tetapi juga penggerak perubahan yang fundamental.
Perubahan sistem pendidikan disinyalir mempersempit ruang kebebasan berpendapat bagi mahasiswa menciptakan ruang diskusi bagi siswa untuk mengawal agenda reformasi. Adanya batasan waktu dalam proses perkuliahan, ditambah lagi meningkatnya uang kuliah makin mahal memengaruhi mahasiswa untuk lebih pragmatis.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Keinginan untuk memperjuangkan kebebasan akademik dengan adanya otonomi kampus pun menjadi bergeser. Faktanya kebebasan berpendapat dan berekspresi di Kampus hanya formalitas belaka. Sebab tak sedikit mahasiswa baru yang didoktrin oleh dosennya untuk tetap patuh terhadap kampus tidak terlibat dalam gerakan apapun. Dengan dalih demi bagusnya nilai akademik dan lulus tepat pada waktu yang di tentukan serta mampu magang diberbagai perusahaan atau dunia pendidikan, lebih praktisnya dengan adanya kurikulum merdeka adanya berbagai macam program MBKM yang dicetuskan oleh menteri pendidikan Nadiem Makarim, tentunya dengan tawaran profit yang menjanjikan dari pada berproses di organisasi kampus yang melahirkan kaum intelektual dan insan gerakan.
Hal tersebut dapat kita lihat bersama bahwa, gerakan gerakan mahasiswa di kampus ataupun di luar kampus mengalami beberapa penurunan yang signifikan terbukti akhir akhir ini jarang mahasiswa yang semasif dan konsisten dulu dalam melakukan gerakan hal itu juga dikuatkan oleh pendapat Wilson menjadi memori setelah 20 tahun reformasi. Kini gerakan mahasiswa seolah sepi. Wilson berpendapat telah terjadi pergeseran cara mahasiswa dalam merespons isu-isu aktual di tengah masyarakat pasca-reformasi.
Perubahan sistem pendidikan disinyalir mempersempit ruang bagi mahasiswa menciptakan ruang diskusi bagi siswa untuk mengawal agenda reformasi. “Adanya batasan waktu kuliah dan bayaran yang makin mahal memengaruhi mahasiswa untuk lebih pragmatis,” ujarnya.
Menurut Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Alghiffari Aqsa, setali tiga uang. Ia menilai terjadi pelemahan terhadap kekuatan koalisi masyarakat sipil dan gerakan mahasiswa setelah 20 tahun reformasi. Penyebabnya, oligarki politik yang membuat sejumlah aktivis yang turut menjatuhkan Orde Baru masuk ke dalam pemerintahan. Baik koalisi maupun gerakan mahasiswa pun menjadi terpecah-pecah. “Akibatnya gerakan kurang masif, bahkan dianggap remeh oleh pemerintah,” ujarnya.
Adapun perbedaan mahasiswa aktivis 1998 dengan mahasiswa hari ini sangat jelas kalau dulu itu mahasiswa memiliki pemikiran yang kritis dengan investigasi yang dalam untuk mencari data data serta tidak mudah di ligitimasi ataupun di intervensi oleh pihak manapun. Baik pemerintah atau bahkan senior yang terafiliasi dalam satu ideologi namun sudah turun keranah politik praktis.
Sedangkan mahasiswa hari ini tak sedikit yang sudah terjebak dalam jebakan batmen tergiuar akan tawaran yang dapat mengubah idealismenya sehingga kawalan akan melemah dan keberadaan mahasiswa akan dipertanyaakan oleh publik.
Tantangan yang dihadapi gerakan Mahasiswa
Meskipun memiliki potensi besar untuk mempengaruhi perubahan sosial, gerakan mahasiswa dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah represi dari pemerintah yang sering kali menggunakan kekuatan untuk membungkam suara-suara kritis. Dalam beberapa kasus, mahasiswa mengalami penangkapan dan intimidasi ketika melakukan aksi dan protes Kebijakan yang tidak sesuai harapan rakyat.
Selain itu, arus globalisasi juga membawa dampak negatif terhadap gerakan mahasiswa. Banyak mahasiswa saat ini terjebak dalam individualisme dan pragmatisme yang mengurangi semangat kolektif untuk berjuang demi perubahan sosial sehingga tak sedikit mahasiswa yang memilih mengabdikan dirinya di perusahaan atau program kementerian yang bersifat profit karena menurut mahasiswa pragmatis sesuatu yang pasti lebih menguntungkan dari pada berjuang menyampaikan kebenaran demi tercapainya cita cita kemerdekaan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun gerakan mahasiswa memiliki sejarah yang kaya dan berpengaruh, mereka perlu beradaptasi dengan tantangan zaman agar tetap relevan.
Eksistensi gerakan mahasiswa di Indonesia merupakan bagian integral dari sejarah dan perkembangan bangsa. Dari awal abad ke-20 hingga saat ini, mahasiswa telah menunjukkan bahwa mereka adalah kekuatan penting dalam mendorong perubahan sosial dan politik. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, semangat untuk memperjuangkan keadilan dan demokrasi tetap hidup di kalangan generasi muda.
Dengan demikian, penting bagi mahasiswa untuk terus mengasah kemampuan mereka dalam mengorganisir gerakan serta menyuarakan aspirasi masyarakat. Hanya dengan cara ini mereka dapat memastikan bahwa suara mereka didengar dan memberikan dampak positif bagi masyarakat luas, jangan pernah takut dalam dunia gerakan, sekali bendera dikibarkan hentikan ratusan dan tangisan.
Salam akal sehat, hidup mahasiswa!!
Penulis bernama Ach. Zainuddin Sekretaris Jendral LPM Retorika