Oleh : Moh. Tohari
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan hanya terdapat sekitar 10,15% lulusan SMA dan sederajat yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebagian besar lainnya langsung bekerja atau berhenti di tengah jalan. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kuliah belum menjadi prioritas utama bagi banyak anak muda Indonesia. Padahal, pendidikan tinggi tetaplah salah satu investasi paling rasional untuk masa depan, meski tidak menjanjikan kekayaan secara instan.
‎Tak semua orang punya kesempatan untuk kuliah dan tak semua yang punya kesempatan memilih untuk melanjutkan. Ada yang menyerah pada keadaan dan bahkan ada pula yang terpengaruh oleh narasi populer di media sosial tentang sukses tanpa gelar. Pikir mereka, pendidikan tinggi seolah tak lagi relevan. Padahal, jika ditelisik lebih dalam, jalan hidup yang demikian adalah pengecualian yang sangat langka, bukan sesuatu yang layak dijadikan pegangan oleh semua orang.
‎Kuliah bukan jaminan hidup sejahtera, tapi adalah jembatan penting menuju kehidupan yang lebih baik, terbuka, dan lebih berdaya. Gelar sarjana bukan sekadar status akademik. Ia adalah simbol dari perjalanan panjang penuh pelajaran, tantangan, dan proses pembentukan karakter. Di dalamnya tersimpan kemampuan berpikir kritis, mengelola emosi, membangun relasi, dan bertanggung jawab atas keputusan hidup. Semua itu bukan sesuatu yang bisa tumbuh begitu saja dari pengalaman hidup atau kerja kasar. Ia dibentuk secara bertahap melalui pendidikan yang terstruktur dan lingkungan intelektual yang menantang.
‎Memang, biaya kuliah sering kali menjadi hambatan utama. Namun, saat ini tersedia banyak program bantuan dan beasiswa, baik dari pemerintah seperti KIP Kuliah, dari lembaga sosial seperti BAZNAS, maupun dari kampus dan sektor swasta. Hambatan ekonomi tidak selalu menjadi akhir dari mimpi, selama ada kemauan kuat dan daya tahan menghadapi kesulitan. Mereka yang berhasil bukan selalu yang berasal dari keluarga berada, tapi yang terus melangkah meski jalannya penuh rintangan.
‎Menjadi mahasiswa bukan sekadar hadir di kelas, mencatat materi, atau mengejar IPK tinggi. Menjadi mahasiswa berarti masuk ke dunia yang mempertemukan banyak pemikiran, membuka ruang diskusi lintas sudut pandang, dan menumbuhkan kepedulian sosial. Di kampus, kita belajar bukan hanya dari dosen, tapi juga dari organisasi, kegagalan, kerja kelompok, hingga tekanan hidup. Semua itu membentuk proses pendewasaan yang tidak bisa digantikan oleh pengalaman kerja semata.
‎Kita hidup di zaman yang bergerak cepat. Teknologi menggantikan banyak tenaga manusia. Pekerjaan lama hilang, digantikan oleh pekerjaan baru yang menuntut kemampuan berpikir kompleks, literasi digital, dan pembelajaran berkelanjutan. Mereka yang hanya berbekal ijazah SMA akan lebih rentan tergilas arus zaman. Sebaliknya, pendidikan tinggi memberikan bekal awal untuk terus beradaptasi, tumbuh, dan berkembang di tengah perubahan dunia.
‎Tak ada yang mudah dalam dunia perkuliahan. Tugas menumpuk, tekanan akademik tinggi, biaya hidup yang sering pas-pasan, dan kadang muncul rasa ingin menyerah. Namun, justru dari semua itu lahirlah pribadi yang lebih kuat, sabar, dan lebih dewasa. Sarjana sejati bukan hanya mereka yang lulus dengan nilai tinggi, tetapi ia yang sanggup melewati proses jatuh bangun dengan kepala tegak dan hati yang tetap percaya bahwa ilmu adalah jalan hidup, bukan sekadar tiket kerja.
‎Bagi para siswa yang masih ragu melanjutkan kuliah, jangan biarkan ketakutan dan keraguan mengunci langkahmu. Dunia kerja memang tampak menjanjikan. Namun tanpa bekal pendidikan yang cukup langkahmu bisa cepat terhenti. Kuliah memang menuntut biaya, tenaga, dan waktu. Namun, penyesalan karena tak pernah mencoba bisa jauh lebih menyakitkan. Apalagi tatkala menyaksikan teman seangkatan melangkah lebih jauh karena memilih pendidikan sebagai prioritas.
Teruntuk mahasiswa yang sedang berada di titik lelah, yang jenuh dengan rutinitas akademik, atau bahkan ingin menyerah, ingatlah bahwa semua perjuanganmu hari ini sedang membentuk dirimu menjadi pribadi tangguh yang lebih siap menghadapi kehidupan setelah kampus. Tak semua orang sanggup bertahan. Maka jika kamu masih melangkah, itu sudah menjadi kemenanganmu sendiri.
‎Pendidikan tinggi bukan sekadar tempat menuntut ilmu. Ia adalah ruang pembentukan nilai, karakter, dan harapan. Ia adalah bentuk ikhtiar untuk mengubah nasib, bukan hanya diri sendiri, tetapi juga keluarga dan lingkungan. Maka jika hari ini kamu masih ragu, tanya kembali pada dirimu sendiri “mau ke mana arah hidup ini?” dan jika jawabannya adalah masa depan yang lebih baik, maka kuliah tetap menjadi salah satu jalan paling masuk akal untuk mencapainya.
Kuliah memang mahal. Tapi menyesal karena tak kuliah, jauh lebih mahal karena ia dibayar dengan penyesalan yang panjang, saat waktu tak lagi bisa diulang.
Moh. Tohari, Alumni Nurul Muchlishin Pakondang, Rubaru dan Mahasiswa STITA Sumenep