The Journey of Life

0
823
Ilustrasi by inilahbanten.co.id

Oleh: Siti Nur Khotijah

Ketika Gelar Sarjana Itu Terlalu Mempesona
Hingga Membuat Terpana

Kebanggaan dan rasa bahagia mendapatkan gelar Sarjana sebagai hasil perjuangan selama 4 tahun, tenggelam dalam euphoria acara ceremony wisuda, ngehubungin sanak saudara Suci Wulandari melalui telepon, SMS, chat, update di Facebook, Twitter dan segala usaha lainnya supaya seantero jagad raya tahu kalau aku sudah sarjana, cukup membuat hari-hari ini seperti kisah kehidupan Cinderella di negeri dongeng yang baru saja bertemu pangerannya atau sedikit mendekati bagian dari 1 episode terakhir dari sebuah drama Korea yang berakhir dengan happy ending. Saya akhirnya Sarjana 🙂

Well, tahukah kamu? kalau esok paginya di hari yang baru, rasa ini terbelah menjadi dua. Pertama, aku masih dengan perasaan bahagia, bersyukur dan bangga dengan gelar sarjana. Ijazah, salempang tanda wisuda dan juga attribute lainnya menjadi hiasan baru yang sangat elegan dan anggun sebagai hiasan kamar kostmini nan sederhana, yang menjadikannya sebuah kamar ini terasa seperti kamar di sebuah hotel bintang 5 lengkap dengan modern furniture.

Disisi lain, ternyata perjuangan baru dalam babak kehidupan yang baru pun telah tiba. Putri di negeri dongeng ini harus bangun dari mimpi indahnya, membuka mata dan segera menyadari bahwa suka tidak suka, mau tidak mau harus mempersiapkan diri, mental dan berjuang kembali mengalahkan benih-benih kekhawatiran, hari yang bikin deg-degan dan juga bingung akan sebuah status sarjana yang sebenarnya dilengkapi dengan gelar bayangan “Belum Bekerja”. Oh miris sekali.

Malam, sekelabat waktu yang singkat, tapi mempunyai arti yang besar bagi bumi dan manusia. Malam, mungkin sebagian orang menganggap sesuatu yang sangat menakutkan. Maklumlah, karena malam selalu identik dengan hitam, gelap, dan kelam. Terkadang malam menyisakan cerita panjang yang sangat memilukan. Tapi, tidak selamanya malam itu kelam, malampun terkadang menjadi sumber inspirasi. Perjalanan malam juga mencetak sejuta kisah, selalu ada cerita mendebarkan yang tiba-tiba menyembul dari mata dan hati.

“Assalamualaikum, Nak” panggil ibu
“Waalaikumussalam, Ibu” jawabku, sembari membukakan pintu.

“Gimana, sudah mendapatkan pekerjaan?” tanya Ibu.

“Belum, Bu” jawabku lirih.

“Sabar ya sayang, lambat laun pasti kamu akan mendapatkan pekerjaan, intinya jangan lupa berdoa dan bersyukur” pesan Ibu menyemangati.

“Iya Bu, terima kasih sudah mensupport aku selama ini” ucapku.

“Iya Nak, doa Ibu dan Ayah akan selalu menyertaimu” ibu kembali mensupport.

“Suci istirahat dulu ya Bu” kataku.
“Iya, Nak” Ibu mengiyakan.

Akupun terlelap dalam tidurku, hingga pagi datang menjemput.

***

Mentari hari ini menyapaku dengan hangat, pohon-pohon yang rindang dan dedaunan yang masih basah oleh sisa embun semalam. Kicauan burung membangunkanku dari tidur. Akupun terbangun memandang ke arah jendela, senyumanku yang terpancar seakan-akan melengkapi kebahagian yang ada di sekitarku. Aku sangat menyukai suasana pagi di kampungku.

“Ibu, Suci berangkat dulu ya, mau cari kerja” aku pamit.
“Iya, Nak hati-hati” pesan Ibu.

Hidup itu indah jika kita dapat menerima hidup sebagai kesempatan. Memang, semua berawal dari impian, hiduplah dengan mempunyai impian dan harapan, bukan hidup dalam mimpi saja, karena sejatinya diri kita pasti memiliki impian, cita-cita dan harapan. Harapan yang tersembunyi akan tersimpan dalam relung hati dan jiwa, hingga timbulah dorongan untuk melakukan sebuah perubahan. Walaupun kita memiliki keterbatasan, akan ada pelita yang menerangi.

“Kring, kring, kring” tiba-tiba teleponku berbunyi.

“Apakah ini dengan Ibu Suci Wulandari” tanya seseorang yang tak dikenal nomor teleponnya.

“Iya, Pak” jawabku.

“Selamat, Ibu diterima di perusahaan kami” ucapnya memberi kabar.

“Serius, Bapak?” tanyaku merasa tidak percaya.

“Iya Bu, anda diterima sebagai Manager di perusahaan kami. Mulai besok, silakan Ibu sudah boleh masuk kantor dan mulai bekerja” ucapnya.

“Terima kasih banyak Bapak” ucapku.

Senja tak selamanya berwarna jingga, senja terkadang bisa berubah menjadi kelabu, senja sore ini adalah senja yang kesekian kalinya, dimana tak ada pelangi yang tampak di mata nya. Namun, bagaimanapun rupa senja, aku tetap menikmati dan mengagumi keindahannya. Dari senja aku belajar menghargai kehidupan yang hanya bisa dirasa sekejep mata.

“Ibu, Bapak, Suci pulang” panggil aku saking bahagianya.

“Ada apa, Nak?” tanya Ibu dan Ayah secara bersamaan.

“Suci, diterima kerja” jawabku.

Alhamdulillah, tidak ada usaha yang sia-sia, Nak asal kita mau berusaha dan berdoa” ujar Ayah.

“Betul Yah, terima kasih Ayah dan Ibu, telah mensupport Suci selama ini, Suci sayang kalian” sambil lalu aku peluk mereka berdua.

Angin sejuk berhembus melewati celah jendela kamarku, fajarpun sudah siap untuk menutup hari lelahnya, begitu banyak yang aku alami hari ini. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya. Aku sangat bersyukur pada Tuhan, karena sore telah memikatku dengan segala keindahannya, hingga tak terasa aku beristirahat dalam dekapan erat sang malam.

 

***Penulis: Siti Nur Khotijah, gadis asli Sumenep-Madura. Saat ini sedang berproses menerbitkan beberapa antologi cerpen. Pemilik motto ’’Dipuji jangan tumbang, dicaci jangan terbang’’ ini jejaknya bisa dilacak di akun instagram; @nenkkhotijahkhotijah. Kicauannya terselip dalam akun facebook; Nenk Khotijah Khotijah. Baginya menulis adalah menjejak aksara, berbagi pengalaman sehingga ia akan terus menulis.

 

 

Facebook Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here