Oleh: Sofwanul Haqiqi
Tulisan ini saya narasikan dengan tata kelola bahasa yang indah,lugas, dan ilmiah tidak lain dan tidak bukan supaya peranan mahasiswa di dalam kampus benar-benar nyata dan ada. Serta juga perlu kiranya merefleksikan diri saat era dikrupsi ini mulai kita jalani bersama-sama
Menjadi seorang mahasiswa adalah salah satu tanggung jawab kita kepada masyarakat, orang tua juga bangsa dan negara, namun perdetik tidak sedikit seseorang penyandang gelar besar ini kurang sadar akan peran dan akuntabilitas. Menurut tokoh perempuan Indonesia yakni Najwa Shihab bahwasanya mahasiswa adalah salah satu insan pilihan yang memiliki kesempatan untuk merenggut dalam sumurnya ilmu pengetahuan, secara historis mahasiswa memiliki sejarah panjang untuk membela NKRI dari penyimpanan moral, nilai, dan policy.
Disisi lain yang menjadi faktor primer adalah lembaga yang mewadahi mahasiswa baik buruknya tergantung dari kejujuran, keadilan, kebenaran dan keterbukaan. karena, secara yuridis ini sudah selaras amandemen undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 48. Tentang prinsip transparansi pengelolaan keuangan pendidikan. Bahwasanya, segala hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan harus transparan agar dijadikan rujukan bagi mahasiswa, orang tua mahasiswa yang terlibat.
Jika dikorelasikan dengan situasi saat ini yang terjadi di kampus yang sangat saya banggakan, dengan hati yang berat saya berstatemen jauh dari amanat undang-undang di atas.
Karena problem yang saat ini terjadi adalah pembiayaan pendaftaran microteaching menjadi diskusi hangat di kalangan mahasiswa.
Padahal, secara general seseorang yang menuntut ilmu di sini secara perekonomiannya di kategorikan sebagai proletan (menengah kebawah) lantas bagaimana mereka bisa menggerakkan diri di ruang akademik? sedangkan, regulasi manajemen keuangannya masih kurang jelas.
Apalagi latar belakang kampus ini adalah fakultas keguruan dan ilmu pendidikan yang akan menjadi patronase generasi emas di tahun 2045 nanti.
Mengingat kampus ini mempunyai basic didunia pendidikan saya akan memaparkan sedikit saja supaya yang membaca tulisan saya ini dapat sama-sama paham akan esensi dari pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu aspek yang mendasar dalam usaha mempersiapkan sumber daya manusia, menghadapi proses dan dinamika kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara, di tengah-tengah pluralitas. Pendidikan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, terus-menerus dan berlangsung seumur hidup (long life education) dalam rangka mewujudkan manusia dewasa, mandiri, dan bertanggung jawab serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara teoritis, banyak definisi tentang pendidikan namun secara fundamentalis adalah seperti yang saya sampaikan di atas,
pertanyaannya saya lantas bagaimana kalau pendidikan yang merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia masih diberatkan dengan persoalan finansial? sebagai lembaga yang baik harus memperhatikan persoalan tersebut, agar merekonstruksi lulusan yang berkualitas, punya keterampilan, dan kemampuan sesuai bidangnya.
Saya berharap dengan adanya peristiwa ini pihak lembaga pendidikan (kampus) ataupun mahasiswa yang masih kurang sadar tupoksi masing-masing mari merefleksikan diri, agar menjadi abdun yang bermanfaat sebagai mana ini sudah di anjurkan dalam hadist imam Ahmad
“Khoirunnas anfauhum linnas” sebaik-baik manusia ia yang bermanfaat bagi sesama. Karena saya yakin sekali mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi mereka punya ikhtiar menjadi abdun yang ulul albab (haus akan ilmu).
Sebagai closing statement saya menggunakan bahasa minang karena sebagian hidup saya sudah pernah menjalani diranah minang (Sumatera Barat).
Bagi mahasiswa yang punya labelisasi iron stok dan growth mindset.
“Tak lapuak dihujan tak lalang di pandeh”
Artinya tidak akan pernah lapuk karena hujan, tidak akan keropos karena matahari.
Penulis bernama Moh shofwanul haqiqi salah satu mahasiswa PGSD yang ingin menjadi founder dalam dunia pendidikan (menteri kemendikbud ristek).